tag:blogger.com,1999:blog-16454130444032014162023-11-15T23:14:34.633-08:00Ilmu KomunikasiTeori dan Artikel Ilmu Komunikasiilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.comBlogger21125tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-89481272359459292302011-11-03T21:19:00.000-07:002011-11-03T21:20:03.710-07:00Globalisasi - Penyempitan Peradaban Dunia<div style="text-align: justify;"><b>Globalisasi - Penyempitan Peradaban Dunia</b> : Konstelasi dunia dan peradaban manusia dimana pembangunan ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan beroperasi telah dan tengah berubah secara dramatis dewasa ini. Perubahan-perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh sebuah proses dimana terjadinya pengintensifan jaringan-jaringan hubungan sosial dan ekonomi yang luar biasa. <br />
<u></u><br />
<a name='more'></a><u>Globalisasi</u> adalah penyebaran kebiasaan-kebiasaan mendunia, ekspansi hubungan yang melintasi benua, organisasi dari kehidupan sosial pada skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersama. Globalisasi merupakan proses yang sedang terjadi di dunia dengan ditandai oleh perdagangan bebas antar negara, transnasional. Berdirinya lembaga-lembaga seperti World Trade Organization (WTO), International Monetary Fund (IMF) merupakan lembaga penting yang berperan dalam arus globalisasi saat ini.<br />
Globalisasi telah menjadi sebuah isu utama dalam wacana dunia. Berkait hal tersebut, telah pula berkembang banyak pemkiran yang mempertanyakan berbagai sisi di dalamnya; baik definis nya, konsekuensi, hingga berbagai kritik terhadap konsep globalisasi. Globalisasi awalnya memang sebuah fenomena, namun pada apa yang bisa dikaji secara teoritis. Paling tidak terdapat tiga kutub pemikiran dalam setiap perdebatan yang sering hadir dalam wacana-wacana akademis. kutub pemikiran yang menganggap globalisasi sebagai proses yang berdimensi ekonomi. kutub pemikiran yang mengasumsikan globalisasi sebagai proses politik. Kutub pemikiran yang meyakini globalisasi sebagai sebuah proses kultural. Dengan melihat globalisasi sebagai sebuah proses kultural yang tidak bisa ditolak oleh semua negara di dunia, termasuk Indonesia, seperti pengaruh masuknya kesenian-kesenian global terhadap eksistensi kesenian lokal-tradisional dan lahirnya keseniankesenian baru dinegara lain </div><div style="text-align: justify;">Permasalahan mengenai munculnya globalisasi mendapatkan kritikan yang tajam dari teoritikus seperti Roland Robertson yang menggaris bawahi apa yang menjadi persoalan pokok dari globalisasi. Dengan mengajukan pertanyaan, “Apakah perubahan global menyebabkan homogenitas yang semakin meningkat atau heterogenitas yang semakin meningkat atau gabungan diantara keduanya?” dan Apa hubungan antara global dan lokal?”. Dua persoalan ini sangat erat berkaitan karena keunggulan lokal akan cenderung dihubungkan dengan heterogenitas sementara dominasi global akan lebih dihubungkan dengan homogenisasi. Kemudian persoalan selanjutnya adalah, “Apa yang mendorong proses globalisasi? Apa kekuatan penggeraknya? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang coba dijawab dengan berbagai pemaparan, pada tulisan ini, dasar pemikiran yang dunakan adalah perspektif dari Ritzer dengan membahas kekuatan penggerak globalisasi seperti Kapitalisme, McDonaldisasi dan Amerikanisasi.</div><div style="text-align: justify;">Dalam beberapa kajian, perubahan sosial dan ekonomi disebutkan sejalan dengan munculnya sejumlah terma/istilah yang ditandai dengan awalan “post”, seperti post-industrialism, post-structuralism dan post-modernism. Istilah-istilah tersebut menunjuk pada perdebatan dalam wacana ekonomi-politik dan perdebatan arus budaya. <br />
Perubahan-perubahan atau transisi modernitas atau industrialisasi sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi-politik kapitalisme yang berporos pada ideologi neo-liberal, kapitalisme mengedepankan demokrasi liberal, hak azasi manusia dan ekonomi pasar bebas dimana sekarang telah menjadi pandangan hidup universal seluruh bangsa manusia. <br />
Keunggulan dan kemenangan kapitalisme memang sangat mengesankan, dimana sistem ekonomi kapitalistik berhasil mengalahkan semua pesaingnya dari ideologi lain seperti komunis, otoriter, merkantilistik dan sosialis. Sebagai tanda kemenangan tersebut adalah hampir tak ada satupun negara yang saat ini bebas dari Coca-cola, Mcdonald, KFC dan Levis yang menjadi lambang supremasi corporate capitalism yang menguasai sistem ekonomi abad 21. <br />
Tidak hanya ekonomi, kapitalisme juga menghardik dunia budaya, dalam kekinian proses tersebut disebut sebagai “Imprealisme budaya” atau “neo-imprealisme” dimana terjadi perubahan-perubahan berupa hibridisasi, difusi dan relativasasi, inilah yang dikatakan <b>globalisasi</b> telah menjadikan kompresi (<b>penyempitan</b>) <b>peradaban dunia</b> dan intensifukasi (meningkatkan) kesadaran dunia secara keseluruhan. </div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-53946344037951039932011-08-31T09:25:00.000-07:002011-08-31T09:25:04.415-07:00The Great Barrier of Communication<div style="text-align: justify;"><b>The Great Barrier of Communication</b> - You might speak for a minute or one to two hours, yet in the end you find that your audiences don't understand the word you just said. Do you have a bad communication skill or your audiences are just dumb? Lots of you must have felt the expression above. From my personal experience, the fault is neither in the speaker nor the audiences. The fault lies in the process. It is called The </div><a name='more'></a>Great Barrier of Communication.<br />
The results of communication's barrier are miscommunication, undelivered messages, and meaning diminution. The barrier itself is an integral part of communication process, it can be found both on verbal and non-verbal communication.<br />
There are several reasons why either verbal or non-verbal communication becomes ineffective.<br />
<br />
Verbal Communication<br />
Verbal communication is a communication conveyed through words. The example of verbal communication are speech, lecture, meeting, chants, and so on. Verbal communication is used by the majority of human population as the main method to deliver a message. The barrier of verbal communication can be divided into 4 points:<br />
<br />
<ul style="text-align: justify;"><li> What has been said, can't be heard</li>
</ul><div style="text-align: justify;">The first phase of verbal communication process is to deliver a message in words to the audiences. However, what has been said, isn't always been heard by the audiences. There are several reasons why it happen.<br />
<br />
Holding communication in the middle of busy environment is not effective. The message may be cut off by the noisy sound of engines, people's shouting, explosions, etc..<br />
The audiences' lack of concentration will affect their ability to perceive what has been said by the speaker. This can happen if the audiences' focus are side-tracked by the background noises or simply their mind goes off wandering.<br />
Communication through media such as telephone, microphone, video conference, radio, or television are susceptible to distortion in the transmission process. Especially where the network is still weak. The message sent and received may be incomplete.<br />
Some health problems that affect mental state,concentration, and hearing is another point of verbal communication's barrier. Elderly and hyperactive children may need special attention. Raise your voice or get their attention while holding communication, or else they might not hear what you say.<br />
<br />
Solution: Hold communications in the proper place. Usually inside a room, the silent atmosphere will make each communicator able to focus their mind into the communication process.</div><ul style="text-align: justify;"><li> What has been heard, can't be understood</li>
</ul><div style="text-align: justify;">Hearing something doesn't mean your audiences will understand what it means. It is closely related to the education level and technical knowledge your audiences have about the topic. Know your audiences more before holding a communication.<br />
<br />
Using an exclusive word (words with meaning only known to some people) or uncommon word toward wrong audiences is a perfect example of how they heard what you said, but don't understand the meaning. Difference in language and culture may also pose a barrier between communicators.<br />
Different knowledge over word meaning. Ex: For me a cup is a container that is used for drinking no matter the size and its form, while for you a cup is a container that is used for drinking which has a handle and small in size. Although this looks insignificant, the meaning perceived by each other is different, thus leading to the miscommunication.<br />
Even a simple sentences can lead to ambiguousness, depends on the word structures and audiences understanding. Make sure you have a clear spelling and correct verbal punctuations so the audiences can hear clearly and understood the true meaning.<br />
<br />
Solution: Know your audience well. Check their background first (education, family, career, age, country, culture, etc) so you can hold the communication effectively. Use a translator or professional spokesman if a situation demands it.<br />
</div><ul style="text-align: justify;"><li> What has been understood, can't be accepted</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
This is a matter of mental states. When your audiences are filled with distrust, rage, or anxiety towards the topic, yourself, your organization, or your products, all the words coming from you will meet a thick wall of self-protection. They will reject everything you said no matter how good you deliver the message. They might don't like the idea of standing on the wrong side all this time.<br />
<br />
To sum it up, there are 3 factors why they can't accept your words:</div><ol style="text-align: justify;"><li>Distrust over other party</li>
<li>Their feelings about the topic</li>
<li>Their past experience about you or your products</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Solution: Build a good relationship and reputation towards other people and your own audience. The success of communication depends on the feeling each communicator has.</div><ul style="text-align: justify;"><li>Physical Factors</li>
</ul><div style="text-align: justify;">People think about physical appearance a lot. A speaker with presentable appearance has more chance of getting audiences' attention instead of a shabby looking speaker.<br />
Audiences' past experience with specific people also hold responsibility over the success of communication proccess.<br />
Ex: Those who have traumatic experiences with "men wearing glasses" might make a judgment that all "men wearing glasses" can't be trusted. It is because human sometimes think that "one part represent a whole". A very shallow paradigm.<br />
Solution: Dress up properly depending on the communication's intention. If your communication is business oriented, you should dress up like a businessman. Mind your attitude in front of your audiences.<br />
<br />
Non-Verbal Communication<br />
Non-verbal communication is a communication conveyed through other methods aside from verbally. The examples of non-verbal communication are journal, diary, letter, newspaper, sign language, morse code, smoke sign, and so on. Like verbal communication, non verbal communication also has barriers that will hinder the true meaning of the message from the audiences, such as:</div><ol style="text-align: justify;"><li>Usage of complicated words, image, and code that can only be understood by yourself or some people.</li>
<li>Usage of imperfect grammar, misspelling, and wrong expression on the word structures might confuse some people to perceive the meaning.</li>
<li>Different words understanding or ambiguous.</li>
<li>The words size is too small. Normally, people eyesight is not designed to read something so small. The strain from doing so will affects reader eyesight badly in a long term.</li>
<li>Different knowledge of sentences structure. Ex: English use Subject-Predicate-Object structure, while korean use Subject-Object-Predicate. Raw translation to each other will confuse the true meaning.</li>
</ol><div style="text-align: justify;">By knowing what communication's barrier are, hopefully you can deliver your message perfectly to the audiences.<br />
<br />
Writer's Note:<br />
If you like this article and find it useful, please share it with others and give your feedback by leaving a comment or giving a rate.<br />
If you don't like this article, please give your feedback for writer's self-improvement.</div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-11405884732419188192011-08-14T20:56:00.000-07:002011-08-14T20:56:14.807-07:00Non-Verbal Communication<div style="text-align: justify;"><b>Non-Verbal Communication </b>- There are many basic channels of non verbal communication like facial expression, eye contact, body movement and posture and finally touching. FACIAL EXPRESSION or UNMASKING THE FACE, ONE of the roman philosophers said like FACE IS THE INDEX OF OUR MIND. It is possible to learn much about others current moods and feelings from their facial expression.</div><a name='more'></a>There are six different basic emotions ANGER, FEAR, HAPPINESS, SADNESS, SURPRISE and DISGUST..... Additional findings suggest that another expression, contempt may also be quiet basic emotions may occur in many combinations like joy tinged with sorrow, surprise combined with fear and each of these reactions can greatly in strength. Thus while there may be only a small number of basic themes in facial expressions, the number of variations on these themes is immense. The results of studies indicate that while facial expression indeed reveal much about others emotions a judgments in these respect are also affected by the contact in which facial expression occurs and various situational cues. Facial expression may not be as universal in terms of providing clear signals about underlying emotion as was previously assumed. However additional evidence provides support for the view that when situation cues and facial expression are not inconsistent, others facial expression does an accurate guide to their understanding emotions......<br />
<br />
EYE CONTACT:<br />
It is a high level of contact with others is usually interpreted as a sign of liking or positive feelings there is one exception to this general rules. If another person gazes at us continuously and maintain such contact regardless of what we do she / he can be said to be starting. In fact we may quickly terminate social interaction to someone stare at us and may leave the scene.<br />
<br />
BODY LANGUAGE:<br />
It is our current moods or our emotions are often reflected in the position, posture and the movement of the body. Body language gives the useful information about others. Body language often reveals others emotional states. Large number of movements especially one's in which part of the body does something to another part like touching, rubbing suggested the emotional arouses.<br />
<br />
TOUCHING:<br />
This factors relating to who does the touching {a friends, or a stranger, a member of ones own gender, or others}. The nature of this physical contact {brief or prolonged, gentle or rough, what part of the touched} and the in which the touching takes place {a business or social setting and doctors office}. Depending on such factors, touch can suggest affection, sexual interest, dominance, caring or even aggression. Despite such complexities, existing evidence indicates that when touching is considered appropriate, it often produces positive reactions in the person being touched. But remember, it must be viewed as appropriate to produce such reactions.<br />
One acceptable way in which people in many different cultures touch strangers is through HANDSHAKING. Handshakes reveals much about other person - for instance, their personalities and that firm handshake is a good way to make a favorable first impression on others. One person's strength, grip, dryness, duration, temperature, etc....<br />
ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-90948068036353701172011-08-12T20:52:00.000-07:002011-08-12T20:52:05.032-07:00Peer Mediator<div style="text-align: justify;"><b>Peer Mediator</b> - Mediation practices have been implemented as an alternative to settling disputes in an otherwise confrontational, win or lose battlefield amongst all types of people in society, and for all types of issues. Issues for which mediation has proven effective range from parent-child relationships all the way up to international political disputes. But one of the most novel implementations of the mediation forum is with youth. </div><a name='more'></a>And, surprisingly enough, some of the most effective and successful mediators of youth are themselves youth, best known as a peer mediator.<br />
Over the past 2 decades we have been witness to juvenile violence escalating in alarming ways. Students regularly bring weapons to school and minor skirmishes all-too-often end in tragedy. Considering the amount of violence that kids are exposed to through television, movies, and video games, it is no surprise that the natural choice of dispute resolution is more-often-than-not verbal or even physical confrontation. Many adults feel that there is almost no way to get through to the kids these days, so who can teach them to deal with conflict in a healthy manner?<br />
One of the ways that the youth can learn to deal with conflict is by teaching and working with one another. The classic model of dealing with problems in schools has always been through adult intervention by explaining to the student why they need to act a certain way, or otherwise administering rebuke and punishment. And while detention may continue to exist, there is an alternative way of doing things today that can help students work out their problems with the help of fellow students.<br />
Although the peer mediation process is not the same in all places, the general framework is pretty similar everywhere. Peer mediation is a process by which a student is referred to mediation either by a teacher, another student, or even by themselves. Issues that come forward for mediation can be about almost anything including racial issues, boyfriend/girlfriend issues, or even what one person said about the other on Facebook.<br />
Once in a mediation session the two parties (students) meet with a fellow student, or students, who has undergone mediation training. The peer mediator works with the different parties to discuss problems that they are having and facilitate ultimately coming to and agreeing upon a resolution.<br />
The following are some of the benefits of peer mediation:<br />
<br />
<ul><li>Teaches youth to be mediators, which is good for the peer mediator's self-esteem and could evolve into a future career in mediation.</li>
<li>Students are often more at ease and willing to talk with a peer mediator than with an adult.</li>
<li>Students that come to a peer mediated agreement are often more likely to stick to the agreement that they worked to mold as opposed to being scolded, punished, or told how to behave by an adult.</li>
<li>In schools, where peer mediation thrives, it brings a general consciousness to the entire student body that there is another way to solve conflict rather than violence or hate.</li>
<li>Teaches tolerance, understanding, and working together</li>
<li>Makes the school environment a healthier, happier place so that students can focus on things like making friends and studying rather than revenge and anger</li>
</ul><div style="text-align: justify;">Although today's youth have a lot of negative influences bombarding their collective psyches on a regular basis, there may be a light in the darkness of rampant conflict and violence. Along with other programs, peer mediation has a lot of potential for helping us to communicate good values to the next generation.<br />
It is difficult to estimate the positive influences that peer mediation has had, inside and outside of the school environment. Since peer mediation is usually proactive in nature it's positive results include preventing violence and other forms of conflict. It is safe to say that many verbal and physical fights have been prevented due to talented young peer mediators. Additionally, measuring the good that has come from increased peace and acceptance among peers would be impossible, because who can measure the value of friendships?!</div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-121343277202312242011-08-09T22:56:00.000-07:002011-08-09T22:56:22.263-07:00A History Of Emoticons<b>A History Of Emoticons</b> - Emoticons, those tiny glyphs found in messages all over the world wide web, are aids to understanding. Communication in text lacks the body language and facial expressions that help convey meaning. Emoticon, small glyphs that indicate the emotional overtone of a statement, help replace that lost meaning. They are not unique to computer systems. In the heyday of amateur radio, operators using Morse <br />
<a name='more'></a>code would end a humorous comment by sending "HI" to preclude misunderstanding. Modern emoticons may be more elaborate, but they still serve the same purpose.<br />
Emoticons Before Personal Computers<br />
Emoticons existed long before computers sat on desks or laps, when they lived in huge boxes in air-conditioned rooms. These computers were not owned by individuals, but by schools, businesses, research institutions and the government. Smaller institutions leased access to other people's computers. Information was often not even entered in real time. Data was punched into tape or cards off-line and entered later, often by someone else. Without the use of emoticons, the possibilities for misunderstanding proliferated, particularly of comments meant to be humorous, particularly if the humor was of a dry or black nature.<br />
Emoticons were vital even to users who had interactive access to a computer. This usually meant sitting at a keyboard, maybe in another room from the computer and maybe in another state or country. Emoticons were a real help in adding emotional meaning to their input.<br />
These first emoticons did not appear on monitors with cathode ray tubes. They were typed out on a roll of paper on an electromechanical typewriter called a teletype, which was also used for communications. Emoticons may have been pioneered by professional teletype operators as a series of expressive combinations of characters to convey the emotional content of their messages. These few early emoticons developed into the incredible variety we know today.<br />
Early Home Computers<br />
Emoticons arrived on home desktops along with personal computers.. Back then the tiny combinations of characters were called smileys. These emoticons, made up of symbols like and peered at us from green or yellow monochrome screens. ASCII emoticons were perfect for these monitors; they were unable to handle extensive graphics, but they could handle 3:-) devils and O:-) angels with ease.<br />
This generation of emoticon was designed to look like sideways faces. In languages read from left to right, a colon or some other character indicative of eyes comes is the leftmost part of the glyph. The center of emoticons is something representing a nose, often a hyphen. On the far right is a mouth, which may be a smiling parenthesis, a gaping letter O or a frowning square bracket. More elaborate emoticons may employ far more characters, merging eventually into the sort of ASCII art that can be one or more pages in size.<br />
Early emoticons turned up on posts on the dial up bulletin boards operated by schools, businesses, computer clubs or even individuals. As internet access became more widely available, emoticon cropped up on newsgroups, the internet wide forums that covered almost any topic. Emoticon soon migrated to emails, which might seem to be their natural environment. There was no authority assigning meaning to emoticons, but users rapidly learned how to interpret the most common ones.<br />
The nature of emoticons changed with the advent of color monitors and advanced graphics cards. Combinations of ASCII characters just were not enough any more. Web-based message boards, email and chat programs and even word processors started to replace text-based emoticon with graphical versions, often automatically. A user typed the character combination he had been using for years, and watched it morph into a colorful icon, sometimes even an animated one. Emoticons had come of age.<br />
These tiny graphics, also called emoticons, automatically replaced the text a user typed. The collections of emoticons available in these programs became more and more extensive as time passed. Where a user of emoticons might once have been limited to also expressed as and a very few variations, they could now use :confused: or :squint: or :unsure: or even :penguin: if they liked. Emoticons had come of age.<br />
Nowadays emoticons are turned on by default in programs like WordPress and Skype. Users who want the old-fashioned effect of ASCII based smileys have to reset the programs option. Emoticons are the expected norm, and a program that fails to supply them can expect to cause comment by the practice.<br />
Collections of emoticons eventually appeared on-line, made available by the same companies who supplied us with any web graphic of which we could conceive absolutely free. Users could download a set of graphics that matched their taste perfectly. Alternative emoticon sets could be switched in and out according to the users's mood.<br />
Free emoticons sites developed something of a bad reputation, however, because of a few rogues. These unethical sites were pioneers in the distribution of viruses, spyware and malware using graphics as a sort of Trojan Horse. Download became a dirty word is some quarters for quite a while. Emoticons stopped spreading quite so quickly until virus prevention programs, both on servers and on home computers, caught up with the problem.<br />
Today emoticons collections on any imaginable topic are available to help users express not only their emotion but their style. In addition to generic smilies in a variety of colors and styles, there are also collections of dwarfs, aliens, cats, food and anything else a user could imagine. In addition, emoticons based on popular media like television or movies may be available to hardcore fans.<br />
Sets of emoticons can express a user's interest in a wide variety of topics. There are smileys based on ecology, politics, business and any religion one can name. Emoticons can be based on profession, nationality or almost anything else.<br />
Emoticon spread and became more elaborate until users might be puzzled by the meaning of any given glyph. Parents in particular worried that they could not tell what their children were saying online. To deal with this problem, web sites appeared with indexes of smileys. Emoticon of both the graphical and text base natures were indexed. Now users could look up a graphic and tell whether it meant Tongue Tied or Stick Out Tongue, Big Laugh or Big Bang. Emoticons were becoming a culture of their own.<br />
Emoticons are available from a number of sources. Basic sets are distributed with text processing software, like email programs, word processors, chat programs and blogging software. Many web sites, such as web-based message boards and social networking sites, have their own collections. Third party emoticon sets are still available on the internet, but they should still be checked by a good virus program before being installed.<br />
Emoticons are a fascinating study. Their history is the history of our interaction with technology, of our move from a time when personal electronics meant dial telephones, cathode ray televisions, LP turntables and in very lucky homes a microwave oven to the present-day when telephones fit in a pocket, televisions are only a few inches thick and music is a string of bits on any of a variety of devices. They have come with us the whole way, helping us to express our feelings, avoid failures of communication and show how clever we think we are. Truly, emoticons are the signposts of the development of digital culture.<br />
ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-34773049898818888842011-08-04T06:22:00.000-07:002011-08-04T06:22:01.497-07:00Communication Gadgets<div style="text-align: justify;"><b>Communication Gadgets </b>- Communication is one of the main things we cannot live without. Exactly how should we express ourselves, send information, or even talk to somebody without speaking? Due to its importance, our ways of connection has been increased by specialists and inventors. These types of frequent </div><a name='more'></a>platforms are the types that people use everyday so that you can communicate with each other and indeed, we can't ever picture existence with out these. Below are a few with the common mediums that people use when communicating to one another.<br />
<br />
<ol style="text-align: justify;"><li>The Web - This is the newest and best method regarding conversation nowadays. Utilizing the computer, individuals are able to hook up to other individuals around the world. In addition you will get almost everything that you seek for through the internet.</li>
<li>Telephones - Though this tool is kind of old already, it is still being used today. Telephones had been actually among the most ancient means of connection. Nonetheless, because the technology is growing, the particular telephones nowadays perform better compared to those of the early times.</li>
<li>Radio - These types of gadgets had been utilized through the early occasions. This gadget however, can only perform quick communications in just a certain range. Nowadays, radios are still being used by certain people and even used by children for fun.</li>
<li>Mobile phones - The actual physical appearance of the mobile phone is in fact related to the telephone. Nonetheless, this doesn't have any cord and you may bring it wherever you go.</li>
<li>Cell Mobile phones - Inspired from the mobile phone, another high-technological gadget was invented. The very first sets of cell phones had been actually quite simple combined both the characteristics of the pager and a mobile phone. By using the cell phone, you can deliver messages which are what we call text messaging. You may also call individuals with this gadget provided that you've got sufficient cellular phone load balance. Nevertheless, individuals were not really that happy by these functions which directed specialists and inventors to add more and more applications into it. Nowadays, a complex cell phone already features a front and back digital camera, camcorder, games as well as other engaging apps, sound recorder, iPod, TV, radio, and internet access.</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Experts and also specialists continue to be searching for alternative ideas to make our ways of connection wider. Nevertheless, we could additionally discuss the thoughts and concepts in relation to this particular topic. For this reason, there are plenty of community forums nowadays where we could exactly take part in. Some of these are composed of cell phone forums, phone forums, and all sorts of other discussion boards with regards to communication.</div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-35342307839778096662011-08-01T07:20:00.000-07:002011-08-01T07:20:32.250-07:005 Key Elements of Successful and Efficient Conference Presenters<div style="text-align: justify;"><b>5 Key Elements of Successful and Efficient Conference Presenters</b></div><ul style="text-align: justify;"><li>Be a slave to rehearsals... - no doubt you've probably heard it before, but even if you're a seasoned veteran rehearsing is essential to a successful and effective web conference. Ideally your test run should <a name='more'></a>come as close to the real thing as possible (i.e. be held the same room you will be presenting in, using the same equipment, even similar hand movements and expressions) to ensure you are able to iron out any possible unforeseen issues. While you cannot predict every unforeseen event, rehearsing dramatically increases efficiency; and in the event a glitch arises, don't stress - it happens to everyone sooner or later - just keep calm, and carry on to the best of your ability. Maybe even keep a couple jokes on standby that you can use in the event your computer crashes, or another technical error surfaces.</li>
</ul><ul style="text-align: justify;"><li>...but don't be a slave to slides - sure, slides can be very informative and helpful in almost any conference, but the key is moderation. Reading verbatim from every slide you present is boring and loses the interest and attention of your audience. Stick to bullet points on slides, and use them as a springboard to engage in active conversation and collaboration.</li>
</ul><ul style="text-align: justify;"><li>Put your own spin on it - while rehearsing, try and find a conversational/presentation style that you feel comfortable with. This will help put your audience at ease as they will feel more confident about what you are presenting than they would if you were reading directly off your slides and sounding like a robot. Helpful hint: the more familiar you are with the topic or material you are presenting, the easier this will be.</li>
</ul><ul style="text-align: justify;"><li>Enjoy it! - when you have fun with your presentation it shows, and if you're passionate about whatever it is you are presenting, chances are your audience will become just as excited about it. Keep your energy high by going on a short, brisk walk or getting some fresh air just before presenting. And most importantly, SMILE! Even if you are only conducting an audio conference, people might not be able to see it, but they certainly can hear it in your voice.</li>
</ul><ul style="text-align: justify;"><li>Avoid 'ums' and 'uhs' - this can be difficult for many of us, but these verbal tics act as instantaneous cues for an audience to tune you out and are the bane of all presenters. Whether it's due to nerves, fear, a lack of product or service knowledge or confidence, rehearsing helps eliminate them - or at least keep them to an absolute minimum. Another helpful hint: if you are recording your conference and happen to have a case of the 'ums and uhs,' see if they can edit them out of your recording.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-26905930822708955392011-07-28T21:56:00.001-07:002011-07-28T21:56:59.842-07:00Tips | Write a Better Abstract<div style="text-align: justify;">In science and engineering, it is common to write an abstract. The abstract is important because it is the link between the contents of a document and the reader. In many journals, the abstract is the only piece of a document that is freely available, meaning that a powerful abstract is what can compel <br />
<a name='more'></a>potential collaborators, donors, and readers from gaining access to the article. For students, an abstract is common manner for summarizing research results and justifications in projects and dissertations. In sales and funding proposals, the abstract can be the make-or-break that gains the interest of potential donors. Because of this, how to write an abstract in important in every branch and level of science and engineering.<br />
<br />
Internet Searching Means SEO for Abstracts<br />
As the internet has become an increasingly important tool for research, the abstract also has value as a search tool. A powerful abstract promoted on popular scholarly sites, such as Science Direct, among others, can generate international interest in your work. It is important to keep in mind modern search engine optimization techniques in designing an abstract that will be publicly available, keeping in mind target key words and phrases<br />
<br />
Goals of an Abstract<br />
The abstract of a paper should speak to the content and the author's message, including relevant justifications.<br />
What an abstract should do:<br />
Summarize the content of a paper<br />
Briefly state results<br />
Justify why the contents of the paper is important or significant<br />
Promote interest in the paper itself (i.e. SELL the paper)<br />
<br />
What an abstract should NOT do:<br />
Explain materials and methods in detail<br />
Contain unnecessary information<br />
Make findings sound subjective by using phrases such as 'I think...' or 'We believe that...'<br />
Go into detail on results<br />
<br />
When should I write an Abstract?<br />
An abstract should tie a paper together and make any big points about the paper's merit. This means that the abstract should be written as the last step of the writing process, when the author has ironed out the ideas that form other sections of the paper.<br />
<br />
How to Write an Abstract<br />
The abstract should be drawn from the content of the paper, without repeating the paper explicitly. The way that abstract writing is sometimes taught in school is to take a single sentence from each major section of the paper and string them together to form the abstract. This, however, generally results in a poor abstract. Instead, an abstract should be written by writing a brief, original summary of each section, and concluding with an original sentence justifying the work.<br />
An abstract should contain all elements to make it clinically relevant. In short, the abstract should state:<br />
Abstract Contents<br />
The nature of the problem<br />
The paper's main topic (i.e. What was done in the paper?)<br />
The solution or findings<br />
Unique or special points about the techniques used or the findings themselves<br />
<br />
Example Abstract<br />
For example, the example abstract "Searching for Antibiotics in Marine Bacteria" consists of:<br />
"The search for new antibiotics is more important than ever as drug resistance grows [identifies the problem]. In order to find new antibiotic frameworks, bacteria were collected from sediment samples from the continental shelf of the Atlantic ocean at depths of greater than 100 meters [identifies what was done in the paper]. Two new heterocyclic compounds have been isolated that show activity against resistant cell lines of the common flu virus [summarizes the solution and describes its importance to common subject-the flu virus]. The potential for new compounds from the sea to combat the flu are virtually unlimited [comment on the future potential of the project as a special "selling" point]."<br />
This sample abstract provides an example of how to write an abstract, though it is generally advisable that the abstract be as unique as possible to the paper topic. An abstract will be evaluated on scientific merit, clinical relevance, originality, and suitability for a certain audience or journal.</div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-89377702705886154862011-07-28T06:36:00.000-07:002011-07-28T06:36:23.479-07:00Top 5 Destinations for Photography Lovers<div style="text-align: justify;">Every country in the world offers great photo opportunities for any avid photographer out there. Here is a list of Top 5 regions for if you have a specific interest in what you like to photograph.<br />
Nature - USA: With 58 national parks, 2 coast lines, 4 major mountain ranges, deserts, wetlands, and 10,000 lakes in the state of Minnesota alone, the United States reigns king of Nature photos. Taking </div><a name='more'></a>photos of the Grand Canyon, Yellowstone National Park, Yosemite National Park, and Bryce Canyon will make you feel like Ansel Adams before you know it. If you have the time and transportation, a road trip across the U.S is a great way to capture all these wonderful places.<br />
People - Asia: From India to Japan, the people across Asia are diverse and have very unique and distinct customs and cultures. The chaos and colors of India and Nepal will hit you the moment you step off the airplane. Chinese people in Tibet look entirely different than those in Beijing. The dances and religious ceremonies across Southeast Asia will mesmerize and captivate you. Many countries allow you to be part of their culture. You could find yourself dressed up as a Geisha, participating in a Hindu Ceremony on the Beach in Bali, or dancing in a sari in an Indian wedding.<br />
Architecture - Europe: Getting lost along the cobblestone streets taking photos of buildings, churches, and houses will give you plenty of material to photograph. Wandering around the Neuschwanstein Castle will make you feel like Cinderella. Some other great architectural landmarks in Europe include the Sagrada Familia in Barcelona, Notre Dame Cathedral, Guggenheim in Bilbao, the Canals of Amsterdam, and the Charles Bridge in Prague. There is plenty of gothic, baroque and modern architecture that will offer some great photo opportunities.<br />
Wildlife - Africa: Lions, Tigers, and Bears, oh my! Taking an African safari will give you the best animal shots of your life. If you are lucky you can see the "top 5" including lions, rhinoceroses, leopards, elephants, and buffaloes. Two great places for safaris are the Serengeti National Park in Kenya during the Great Migration and the Okavanga Delta in Botswana during the dry season. Africa also has great opportunities for under water shots including scuba diving in the Red Sea, off Madagascar, and Great White Shark Cave diving in South Africa. The zoo will never be the same.<br />
Food - Asia: Asia has some of the best tasting and most bizarre foods you will find in the world. In Japan presentation of your food is almost as important as the taste. The spices and colors of India, Thailand, and Korea will keep your mouth tingling for hours. There are plenty of bizarre foods including candied grasshoppers in Thailand, fried tarantula in Cambodia, snake wine in Vietnam, or for the very adventurous one can search out monkey brain in China - we all remember that scene from Indiana Jones an the Temple of Doom.<br />
Over the next year PhotoFly Travel Club is exploring all of these regions, including Egypt, Turkey, Iceland, Hawaii, Zimbabwe, Cambodia, and Vietnam. For more information, join free at the number one travel club for solo travelers!<br />
This article is written by group travel organizer Steve Juba who runs two great travel clubs with members all over the country.ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-28856732872812372442011-07-21T01:16:00.001-07:002011-07-21T01:16:57.314-07:005 Reasons to Invest in Communication<div style="text-align: justify;"><b>5 Reasons to Invest in Communication</b> - Improving your communication skills isn't just a new skill, like learning how to tie knots. It's an entire change in your personality. By improving your skills in communication, you're indirectly improving other areas of your life that involve communication and social interaction. Which in most cases is all the time. Your communication skills are more than just a </div><a name='more'></a>skill again, they're an asset and an investment that will improve your life dramatically. Here are the top 5 reasons you should consider investing in your communication coaching plan.<br />
1. You cannot escape communication - It happens every day. It is a normal part of life, and consequently it is a very important part of life. If you lack even basic communication skills, people around you might not take you seriously, might ignore you, pester you, or just plain out ignore you. These are some of the harsher realities that some of us face on a day-to-day basis, but they exist and are real for many out there. We're faced with social interaction every day, and the choices you make to communicate might make-or-break your interaction. Yeah, most of the time it's just fluff talk with random people, like a store clerk for instance. But other times it is necessary to be effective. Job interview, first date, meeting your partners parents, or just making a new friend. All of these require a powerful first impression, and more often than not, poor communication skills will cause you to make-or-break.<br />
2. It's more than just communication - Everything in your life will be effected by your communication skills. Even your communication with YOURSELF. Poor communication is often a side effect of negative thought towards oneself. This could be anything negative, from put downs to how you look, to people don't like me thoughts, to just being angry because no one listens to you. What can you expect with communication coaching? You can expect a better relationship with friends/family, strangers, business partners, lovers, your children. You can expect more people to get involved in your life, or want to be around you because of your strong presence and attitude. You can expect people to respect you, and listen to you when you're talking, maybe even more interaction with the opposite sex? You can expect more opportunity, as you will take more chances because you have confidence in your skill with people. Social skills are often associated with confidence and a high self worth. This isn't fake, this is a real IDENTITY LEVEL CHANGE.<br />
3. It's all about you - Your relationship with your self will improve dramatically. Your ability to communicate with others will improve your ability to communicate with yourself. Think about it. If you "fail" in social interactions all the time, what does that make you think about yourself? Let's be realistic, unless you honestly don't care at all about other people (which obviously you do in some case, since you're reading this article) than you're going to be effected by the negative feedback. Think about what you would think if you had positive feedback that was real and genuine? Different thoughts huh? When it all comes down to it, it's not the approval of others that we seek, it's happiness. We will do whatever it takes to feel happy, and when that's not fulfilled, we are not fulfilled. Obviously it goes deeper than happiness, as we all strive for different things, but I can assure you that most people don't go around looking for ways to make themselves unhappy (though it might seem like that sometimes.)<br />
4. It's about being yourself - Think about it. When you can communicate with skill, you can better communicate who you are. It's about self expression. You are what you say and what you do, aren't you? Poor social skills might make you put off the wrong vibe. You might not want to come off as weird or awkward, but it just is that way. Comes back to what you're thinking. When you invest in communication coaching, you're investing in yourself, and being able to present yourself to those you decide to present yourself to. It is investing in choice. The choice to give yourself fully, and let the world see you for who you are.<br />
5. It's about your future - Chances are, if you're reading this, you're dissatisfied with some area of your social life. You're looking for answers, or the big "cure" that will fix it all. Truth is, it's not that simple. You can read a million books on self-improvement, but the reality is they usually are just that. A book on self improvement. Where does it ever factor in your specific needs? Communication Coaching is PERSONALLY designed for YOUR OWN UNIQUE SITUATION. Not what the general population is going through on average. It's your life, and it's your own situation. If your communication skills are lacking, your future will bring a bunch of what you already deal with. Isn't it time for a change?<br />
Overall, your ability to communicate is paramount in the socially charged world we live in. There is good news, you can improve. It's not a you're born with it or not case, it's something you can actively improve. Best of all, you can see the progress. Your life will start to change in little ways, and eventually, you'll look back and say "Wow, I can't believe I used to be so shy..."ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-15159057620829785332011-07-15T19:45:00.001-07:002011-07-15T19:45:47.203-07:00The Public Administration | Classical Theories<div style="text-align: justify;">The Public Administration | Classical Theories - Public administration is "centrally concerned with the organization of government policies and programmes as well as the behavior of officials (usually non-elected) formally responsible for their conduct" Many unelected public servants can be considered to be public administrators, including police officers, municipal budget analysts, HR benefits </div><a name='more'></a>administrators, city managers, Census analysts, and cabinet secretaries. Public administrators are public servants working in public departments and agencies, at all levels of government.<br />
Public administration houses the implementation of government policy and an academic discipline that studies this implementation and that prepares civil servants for this work<br />
The classical, or structural, theory of public administration does not normally admit of multiple theories, but centers around a complex set of variables, ideas and concepts that govern public administration, or state bureaucracy. Although there are many classical authors such as Luther Gulick, Henri Fayol or Lyndall Urwick, most of whom are writing in the early 20th century, there are several important themes attached to the classical theory.<br />
<br />
Specialization and Command<br />
Classical administration theory centers around the division of labor. This theoretical approach defines "modernity" as the increasing specialization of labor. This means that a central bureaucracy must exist that keeps these functions coordinated and connected through an impersonal chain of command. Therefore, the emphasis in this approach is on both the decentralization of functions and specialties, and the centralization of administrative command to keep the functions working together.<br />
<br />
Unity<br />
All classical theory in this field stresses the singularity of command. This means the structure of the organization must develop ascending levels of authority. Each level takes from above it, and transmits to what is below. Hence, the system revolves around levels, rationality and command. It is a system that, in all its manifestations, is hierarchical. In addition, this also implies a great degree of discipline. It is also a radically impersonal system, because it is the organization and the offices that make it up that matter, not the individuals. Individuals in this theory are functionaries of the organization.<br />
<br />
Efficiency<br />
Classical theory stresses efficiency in organizational work. The command structure is designed to manifest both the overall objectives of the organization as well as the specific purposes of the functional units. Although the classical system stresses structure over everything, the basic issue is efficiency in communication. This requires certain things to be in place: a strict definition of duties and objectives, the control over all labor functions and a rational connection of one functional unit to another. Without these basics, no organization can function efficiently, according to the classical argument.ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-85011063581223446682011-06-18T18:54:00.000-07:002011-06-18T18:56:12.813-07:00Humor : Repotnya Bertamu ke Rumah Orang Kaya<div style="text-align: justify;">Saat mengunjungi seorang teman yg sangat kaya, pembantunya(P) mendekati saya(S)<br />
<br />
P: Mau minum apa .. jus buah, soda, teh, coklat, cappuccino, frapuccino, atau kopi?<br />
S: Teh saja, makasih<br />
<br />
P: Tehnya teh ceylon, teh india, teh herbal, teh alang-alang, teh alang-alang madu, atau teh hijau?<br />
S: Teh Ceylon<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
P: The ceylonnya pake es atau hangat?<br />
S: Pakai es aja<br />
<br />
P: esnya mau es batu, diserut kasar, diserut salju atau dihancurkan acak?<br />
S: oh, gak usah repot2, es batu saja<br />
<br />
P: es batunya mau yg bentuk kubus, pipih, bulat, atau hati2an<br />
S: hati2an boleh<br />
<br />
P: baik, Anda mau tehnya hitam atau putih?<br />
S: putih<br />
<br />
P: Dengan susu, atau krim segar?<br />
S: Dengan susu<br />
<br />
P: Susu kambing, atau susu sapi<br />
S: Dengan susu sapi doOong!!<br />
<br />
P: Sapi Selandia Baru atau sapi Afrika?<br />
S: kalo gitu nggak jadi putih, hitam saja deh<br />
<br />
P: Mau pakai pemanisnya dg gula atau madu?<br />
S: Dengan gula<br />
<br />
P: Gula bit atau gula tebu?<br />
S: Gula tebu<br />
<br />
P: Gula tebunya putih, coklat atau kuning?<br />
S: Lupakan tehnya, Beri saya segelas air saja.>:O<br />
<br />
P: Air mineral, air rebus atau air suling?<br />
S: Air mineral<br />
<br />
P: Dingin atau biasa?<br />
S: yg dingin aja<br />
<br />
P: minus 5, 10, 20, 30.. apa berapa?<br />
S: aku pulang aja ah. misi mbak.<br />
<br />
</div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-27408141918358643202011-06-16T05:46:00.000-07:002011-06-16T05:46:25.904-07:00Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia<b>Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia</b> - Merupakan Panduan dari seluruh wartawan di Indonesia<br />
Berikut <b>Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia</b><br />
<a name='more'></a><br />
<iframe height="780" src="http://docs.google.com/viewer?url=https%3A%2F%2Fdocs.google.com%2Fdocument%2Fd%2F1Lj1TeaNg4eMZYFWsB1ltrD_Hznet0-tTXIDldMyGw6U%2Fexport%3Fformat%3Dpdf%26id%3D1Lj1TeaNg4eMZYFWsB1ltrD_Hznet0-tTXIDldMyGw6U%26token%3DAC4w5ViVUF7O0P-LRUG8s-0XWXM_u6Ty3A%253A1308039871000&embedded=true" style="border: none;" width="600"></iframe>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-55899777734775755202011-06-13T03:56:00.000-07:002011-06-13T03:57:17.790-07:00Ideologi Di Balik Berita<div style="text-align: justify;"><b>Ideologi Di Balik Berita</b> - Kehadiran surat kabar merupakan pengembangan suatu kegiatan yang sudah lama berlangsung dalam dunia diplomasi dan di lingkungan dunia usaha. Surat kabar pada masa awal ditandai oleh wujud yang tetap, bersifat komersial (dijual secara bebas), memiliki beragam tujuan (memberi informasi, mencatat, menyajikan adpertensi, hiburan, dan desas-desus), bersifat umum dan terbuka.</div><div style="text-align: justify;">Surat kabar lahir di abad tujuh belas di mana sudah terdapat pemisahan yang jelas antara surat kabar pemerintah dan surat kabar komersial. Namun, surat kabar pemerintah lebih sering dijadikan corong </div><a name='more'></a>penguasa saat itu. Hal ini berbeda dengan surat kabar komersial. Pengaruh surat kabar komersial merupakan tonggak penting dalam sejarah komunikasi karena lebih menegaskan perannya dalam pelayanan masyarakat dan buka sebagai terompet penguasa.<br />
<div style="text-align: justify;">Sejak awal perkembangannya surat kabar telah menjadi lawan yang nyata atau musuh penguasa mapan. Secara khusus, surat kabar pun memiliki persepsi diri demikian. Citra pers yang dominan dalam sejarah selalu dikaitkan dengan pemberian hukuman bagi para pengusaha percetakan, penyunting dan wartawan, perjuangan untuk memperoleh kebebasan pemberitaan, pelbagai kegiatan surat kabar untuk memperjuangkan kemerdekaan, demokrasi, dan hak kelas pekerja, serta peran yang dimainkan pers bawah tanah di bawah penindasan kekuatan asing atau pemerintahan diktator. Penguasa mapan biasanya membalas persepsi diri surat kabar yang cenderung tidak mengenakan dan menegangkan bagi kalangan pers.</div><div style="text-align: justify;">Terlepas dari adanya kemunduran besar, sejarah juga mencatat adanya kemajuan yang pesat dan menyeluruh dalam rangka mewujudkan kebebasan mekanisme kerja pers. Kemajuan itu kadangkala menimbulkan sistem pengendalian yang lebih ketat terhadap pers. Pembatasan hukum menggantikan tindak kekerasan, termasuk penerapan beban fiskal. Dewasa ini, institusionalisasi pers dalam sistem pasar berfungsi sebagai alat pengendali sehingga surat kabar modern sebagai badan usaha besar justru menjadi lebih lemah dalam menghadapi semakin banyak tekanan dan campur tangan.</div><div style="text-align: justify;">Lebih dari itu, penyampaian sebuah berita ternyata menyimpan subjektivitas penulis. Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita akan dinilai apa adanya. Berita akan dipandang sebagai barang suci yang penuh dengan objektivitas. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu yang memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita menyimpan ideologis/latar belakang seorang penulis. Seorang penulis pasti akan memasukkan ide-ide mereka dalam analisis terhadap data-data yang diperoleh di lapangan.</div><div style="text-align: justify;">Misalnya, analisis tentang Ekonomi Pancasila. Ekonom yang memiliki ideologi sosialis akan menulis dengan analisis yang dibumbui ideologi si penulis. Demikian pula dengan penulis yang memiliki latar belakang kapitalis. Meskipun keduanya memiliki data-data yang sama, tapi hasil analisis keduanya pasti akan memiliki cita rasa ekonomi sosialis dan kapitalis.</div><div style="text-align: justify;">Oleh karena itu, diperlukan sebuah analisis tersendiri terhadap isi berita sehingga akan diketahui latar belakang seorang penulis dalam menulis berita. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap pembaca itu sendiri. Pembaca akan lebih memahami mengapakah seorang penulis (atau institusi pers: Kompas, Republika, Jawa Pos, dan lain-lain) menulis berita sehingga seminimal mungkin menghindari terjadinya respon yang reaksional. Pembaca tidak akan fanatik terhadap salah satu institusi pers dengan alasan ideologi. Artinya, masyarakat akan lebih dewasa terhadap pers.</div><div style="text-align: justify;">Jika anda berniat membuat sebuah penelitian tentang keberpihakan media dan mengetahui Ideologi Di Balik Berita maka Ada beberapa metode yang digunakan untuk menganalisa berita, yaitu analisis isi (content analysis), analisis bingkai (frame analysis), analaisis wacana (disccourse analysis), dan analisis semiotik (semiotic analysis). Semuanya memiliki tujuan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan target pelaku analisis.</div><div style="text-align: center;"><a href="http://www.kursikayu.com/">By My Friend KuKa</a></div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-80345543560326237092011-06-08T04:54:00.000-07:002011-06-08T04:54:23.757-07:00Teori Analisis Framing - Analisis Bingkai<div style="text-align: justify;"><b>Teori Analisis Framing</b> atau <b>Analisis bingkai</b> (<b>frame analysis Theory</b>) berusaha untuk menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks dan menunjukkan bahwa latar belakang budaya membentuk pemahaman kita terhadap sebuah peristiwa. Dalam mempelajarai media, analisis bingkai menunjukan bagaimana aspek-aspek struktur dan bahasa berita mempengaruhi aspek-aspek yang lain. (Anonimous, 2004:–). Analisis bingkai merupakan dasar struktur kognitif yang memandu persepsi dan representasi realitas. (King, 2004:–). Menurut Panuju (2003:1), frame analysis adalah analisis untuk membongkar ideologi di balaik penulisan informasi.</div><a name='more'></a>Disiplin ilmu Analisis Framing bekerja dengan didasarkan pada fakta bahwa konsep ini bisa ditemui di berbagai literatur lintas ilmu sosial dan ilmu perilaku. Secara sederhana, analisis bingkai mencoba untuk membangun sebuah komunikasi-bahasa, visual, dan pelaku-dan menyampaikannya kepada pihak lain atau menginterpretasikan dan mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisa bingkai, kita mengetahui bagaimanakah pesan diartikan sehingga dapat diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide penulis.<br />
Beberapa model analisa bingkai telah dikembagkan:<br />
<br />
1. Model Zhongdang Pan dan Gerald M. kosicki<br />
Model ini membagi struktur analisis menjadi empat bagian:<br />
a. Sintaksis adalah cara wartwan menyususn berita.<br />
Struktur sintaksis memiliki perangkat:<br />
1. Headline merupakan berita yang dijadikan topik utama oleh media<br />
2. Lead (teras berita) merupakan paragraf pembuka dari sebuah berita yang biasanya mengandung kepentingan lebih tinggi. Struktur ini sangat tergantung pada ideologi penulis terhadap peristiwa.<br />
3. Latar informasi<br />
4. Kutipan<br />
5. Sumber<br />
6. Pernyataan<br />
7. Pentup<br />
b. Skrip adalah cara wartawan mengisahkan fakta.<br />
Struktur skrip memfokuskan perangkat framing pada kelengkapan berita:<br />
1. What (apa)<br />
2. When (kapan)<br />
3. Who (siapa)<br />
4. Where (di mana)<br />
5. Why (mengapa)<br />
6. How (bagaimana)<br />
<br />
c. Tematik adalah cara wartawan menulis fakta.<br />
Struktur tematik mempunyai perangkat framing:<br />
1. Detail<br />
2. Maksud dan hubungan kalimat<br />
3. Nominalisasi antar kalimat<br />
4. Koherensi<br />
5. Bentuk kalimat<br />
6. Kata ganti<br />
Unit yang diamati adalah paragraf atau proposisi<br />
<br />
d. Retoris adalah cara wartawan menekankan fakta.<br />
Struktur retoris mempunyai perangkat framing:<br />
1. Leksikon/pilihan kata<br />
Perangkat ini merupakan penekanan terhadap sesuatu yang penting.<br />
2. Grafis<br />
3. Metafor<br />
4. Pengandaian<br />
Unit yang diamati adalah kata, idiom, gambar/foto, dan grafis<br />
<br />
2. Model William A. Gamson dan Andre Modigliani<br />
Model ini membagi struktur analisis menjadi tiga bagian:<br />
a. Media package merupakan asumsi bahwa berita memiliki konstruksi makna tertentu.<br />
b. Core frame merupakan gagasan sentral.<br />
c. Condnsing symbol merupakan hasil pencermatan terhadap perangkat simbolik (framing device/perangkat framing dan reasoning device/perangkat penalaran).<br />
<br />
Perangkat framing terbagi m enjadi lima bagian:<br />
a. Methaphors adalah perumpamaan dan pengandaian<br />
b. Catcphrase adalah perangkat berupa jargon-jargon atau slogan.<br />
c. Exemplaar adalah uraian untuk membenarkan perspektif.<br />
d. Depiction adalah leksikon untuk melebeli sesuatu.<br />
e. Visual image adalah perangkat dalam bentuk gambar, grafis dan sebagainya.<br />
<br />
Perangkat penalaran terbagi menjadi tiga bagian:<br />
a. Root merupakan analisis kausal atau sebab akibat.<br />
b. Appeals to principle merupakan premis dasar, klaim-klaim moral.<br />
c. Consequence merupakan efek atau konsekuensi.<br />
<br />
Media Frames dan Individual Frames<br />
Media frames (framing media) telah didefinisikan oleh Tuchman dalam Scheufele (1999:106) bahwa framing berita mengorganisasikan realitas berita setiap hari. Framing media juga mencirikan sebagai kerja jurnalis untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan informasi secara cepat dan menyampaikan secara capat kepada para pembaca. Kegiatan framing merupakan kegiatan penyeleksian beberapa aspek dari realita dan membuatnya lebih penting dalam sebuah teks. Selain itu lebih berperan dalam penyelesaian dan pemehaman definisi dari permasalahan, interpretasi sebab akibat (kausal), evaluasi moral, dan rekomendasi metode-metode selanjutnya. Kegiatan framing, penyajian peristiwa dan berita mampu memberikan pengaruh yang sistematis tentang metode agar penerima berita mengerti.<br />
Individual frames (framing individu) didefinisikan sebagai kegiatan penyimpanan ide yang membimbing proses informasi secara individu. (Entman dalam Scheufele, 1999:107). Framing jenis ini maupun sebelumnya dapat digunakan sebagai kegiatan interpretasi dan proses informasi.<br />
<br />
Analisa Framing sebagai Variabel Bebas dan Terikat<br />
Studi tentang analisa framing sebagai variabel terikat telah mencoba peran dan beberapa faktor dalam mempengaruhi kreasi dan modifikasi framing. Pada tingkat media, seorang wartwan melakukan analiasa framing dari sebuah isu yang dapat dipengaruhi beberapa variabel organisasi atau sosio-kultur, serta sifat individu dan variabel ideologis. Pada tingkat audien (penerima berita), framing sebagai variabel terikat lebih banyak diterapkan sebagai hasil langsung dari media massa membingkai saebuah isu.<br />
Studi tentang analisa framing sebagai variabel tak terikat lebih banyak ditarik ke dalam efek framing. Dalam kasus media frames, hasil logisnya adalah sebuah penghubung terhadap framing audien. Dalam kasus individual frames, apakah analisa framing yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi evaluasi isu atau aktor politik? Apakah analisa framing itu juga memiliki dampak terhadap kemauan mereka untuk berperan aktif dalam aksi dan partisipasi politik?<br />
<br />
Tipologi Framing<br />
Tipologi ini dapat diarahkan ke dalam tiga orientasi. Pertama, orientasi terhadap konsep framing itu sendiri dan hubungan antara framing dan variabel lainnya. Kedua, tipologi harus menyediakan informasi tentang jawaban-jawaban dari pertanyaan dalam penelitian framing.<br />
1. Apabila dipakai orientasi media frames sebagai variabel terikat, kita seharusnya menanyakan:<br />
<br />
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jalan seorang wartawan atau kelompok sosial lainnya menulis/menganalisis sebuah isu?<br />
Bagaimana proses ini bekerja dan sebagai hasilnya, kemasan seperti apakah (bingkai) yang digunakan oleh wartawan?<br />
<br />
2. Apabila digunakan orientasi media frames sebagai variabel bebas, kita seharusnya menanyakan:<br />
<br />
Media frames jenis apa yang mempengaruhi persepsi para audien terhadap isu-isu tertentu dan bagaimana proses itu bekerja?<br />
<br />
3. Apabila digunakan orientasi individual frames sebagai variabel bebas, kita seharusnya menanyakan:<br />
<br />
Seberapa jauh audien mampu memainkan peran aktif dalam membangun pemahaman/persepsi dan penolakan terhadap media?<br />
<br />
4. Apabila digunakan orientasi individual frames sebagai variabel terikat, kita seharusnya menanyakan:<br />
<br />
Sejauh mana analisis framing seseorang mempengruhi persepsinya terhadap suatu isu?<br />
<br />
<br />
Ketiga, tipologi ini masih terus dikaji untuk mendapatkan pemahaman bersama mengenai konsep framing.<br />
<br />
Model Proses Framing<br />
<br />
Proses analisis ini dibagi menjadi empat bagian.<br />
<br />
A. Frame Bulding (Bangunan Bingkai/Frame)<br />
Studi-studi ini mencakup tentang dampak faktor-faktor seperti pengendalian diri terhadap organisasi, nila-nilai profesional dari wartawan, atau harapan terhadap audien terhadap bentuk dan isi berita. Meskipun demikian, studi tersebut belum mampu menjawab bagaimanakah media dibentuk atau tipe pandangan/analisis yang dibentuk dari proses ini. Oleh karena itu, diperlukan sebuah proses yang mampu memberikan pengaruhnya terhadap kreasi atau perubahan analisa dan penulisan yang diterapkan oleh wartawan.<br />
Frame bulding meliputi kunci pertanyaan: faktor struktur dan organisasi seperti apa yang mempengaruhi sistem media, atau karakteristik individu wartawan seperti apa yang mampu mempengaruhi penulisan sebuah berita terhadap peristiwa.<br />
Gans, Shoemaker, dan Reeses menyaranan minimal harus ada tiga sumber-sumber pengaruh yang potensial. Pengaruh pertama adalah pengaruh wartawan. Wartawan akan lebih sering membuat konstruksi analisis untuk membuat perasaan memiliki akan kedatangan informasi. Bentuk analisa wartawan dalam menulis sebuah fenomena sangat dipengaruhi oleh varibel-variabel, seperti ideologi, perilaku, norma-norma profesional, dan akhirnya lebih mencirikan jalan wartawan dalam mengulas berita.<br />
Faktor kedua yang mempengaruhi penulisan berita adalah pemilihan pendekatan yang digunakan wartwan dalam penulisan berita sebagai konsekuensi dari tipe dan orientasi politik, atau yang disebut sebagai “rutinitas organisasi”. Faktor ketiga adalah pengaruh dari sumber-sumber eksternal, misalnya aktor politik dan otoritas.<br />
<br />
B. Frame setting (Pengkondisian Framing)<br />
Proses kedua yang perlu diperhatikan dalam framing sebagai teori efek media adalah frame setting. Para ahli berargumen bahwa frame setting didasarkan pada proses identivikasi yang sangat penting. Frame setting ini termasuk salah satu aspek pengkondisian agenda (agenda setting). Agenda setting lebih menitikberatkan pada isu-isu yang menonjol/penting, frame setting, agenda setting tingkat kedua, yang menitikberatkan pada atribut isu-isu penting. Level pertama dari agenda setting adalah tarnsmisi objek yang penting, sedangkan tingkat kedua adalah transmisi atribut yang penting.<br />
Namun, Nelson dalam Scheufele (1999:116) menyatakan bahwa analisa penulisan berita mempengaruhi opini dengan penekanan nilai spesifik, fakta, dan pertimbangan lainnya, kemudian diikuti dengan isu-isu yang lebih besar, nyata, dan relevan dari pada memunculkan analisa baru.<br />
<br />
C. Individual-Level Effect of Farming (Tingkat Efek Framing terhadap Individu)<br />
Tingkat pengaruh individual terhadap seseorang akan membentuk beberapa variabel perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya telah dilakukan dengan manggunakan model kota hitam (black-box model). Dengan kata lain, studi ini terfokus pada input dan output, dan dalam kebanyakan kasus, proses yang menghubungkan variabel-variabel kunci diabaikan.<br />
Kebanyakan penelitian melakukan percobaan pada nilai keluaran framing tingkat individu. Meskipun telah memberikan kontribusi yang penting dalam menjelaskan efek penulisan berita di media dalam hubungannya dengan perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya, studi ini tidak mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa dua variabel dihubungkan satu sama lain.<br />
<br />
D. Journalist as Audience (Wartawan sebagai Pendengar)<br />
Pengaruh dari tata mengulas berita pada isi yang sama dalam media lain adalah fungsi beragam faktor. Wartawan akan lebih cenderung untuk melakukan pemilihan konteks. Di sini, diharapkan wartawan dapat berperan sebagai orang yang mendengarkan analisa pembaca sehingga ada timbal balik ide. Akibatnya, analisa wartawan tidak serta merta dianggap paling benar dan tidak terdapat kelemahan.<br />
Questioning Answers or Answering Questioning (Menjawab Pertanyaan atau Mempertanyakan Jawaban)?<br />
Perkembangan efek media, konsep pengulasan sebuah peristiwa masih jauh dari apa yang sedang diintegrasikan dalam sebuah model teoritis. Hasilnya, sejumlah pendekatan framing dikembangkan tahun-tahun terakhir, namun hasil perbandingan empiris masih jauh dari apa yang diaharapkan. Oleh karena itu, penelitian masa depan harus mampu menggabungkan penemuan-penemuan masa lalu ke dalam sebuah model dan mampu mengisi kekurangan yang ada sehingga diperoleh model framing yang sempurna.<br />
Framing sebagai teori efek media membutuhkan konsep proses model dari pada terfokus pada input dan output. Oleh karena itu, penilitian masa depan harus mengakomodasi empat kunci di atas. Model proses diharapakan menjadi acuan kerja masa depan yang secara sistematis mampu memberikan pemecahan terhadap isu-isu framing dan melakukan pendekatan detail dalam teori yang koheren.<br />
<br />
<br />
Rujukan Pustaka<br />
Anonimous. 2004. <i>Methods for Media Analysis</i>. www.lboro.com<br />
Utomo, Mochtar W. 2003. <i>Perbandingan Content Analysis, Framing Analysis, Discourse Analysis, dan |Semiotic Analysis</i>. Makalah. Surabaya: Universitas dr. Sotomo.<br />
Panuju, Redi. 2003. <i>Framing Analysis</i>. Makalah. Surabaya: Universitas dr. Sotomo.<br />
Scheufele, Dietram A. 1999. <i>Framing as Theory of Media Effect</i>. Makalah. International Communication Assosiation.<br />
<br />
RINGKASAN<br />
Analisis framing diterapkan dengan analisa aksplanasi analitik. Pendekatan yang digunaan adalah konstruktivisme. Analisis framing ternyata masih memiliki kelemahan yang masih memerlukan penyempurnaan, misalnya permasalahan model proses analisis framing.<br />
Analisis Bingkai ini berangkat dari data manifest dan latent dengan akhir analisis latent dan simpulan latent. Objek yang dianalisis khusus tentang berita. Unit analisisnya berupa skema, produksi, dan reproduksi berita.<br />
<div style="text-align: justify;"><a href="http://www.kursikayu.com/2011/06/analisis-framing-analisis-bingkai.html"><i style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Support By KuKa</i></a></div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-91678685646659215692011-06-06T03:55:00.000-07:002011-06-06T03:56:12.818-07:00Teknik dan Tips Wawancara<div style="text-align: justify;"><b>Teknik Wawancara </b>- sebelum kita membahas tentang <u>teknik wawancara</u> ada baiknya kita mengetahui dahulu pengertian dari wawancara </div><div style="text-align: justify;">Apa Itu<b> Wawancara</b>?Adalah tanya jawab dengan seseorang untuk mendapatkan keterangan atau pendapatnya tentang sesuatu hal atau masalah. Wawancara sering kali diasosiasikan dengan pekerjaan kewartawanan untuk keperluan penulisan berita atau feature yang disiarkan dalam media massa. Tetapi wawancara juga dapat dilakukan oleh pihak lain untuk keperluan, misalnya, penelitian, atau penerimaan pegawai.<br />
<br />
<a name='more'></a>Wawancara merupakan istilah yang diciptakan dalam bahasa Indonesia untuk menggantikan kata asing Interview (dari bahasa Belanda atau Inggris), yang digunakan oleh pers Indonesia sampai akhir tahun 1950-an. Orang yang mewancarai disebut Pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai disebut pemberi wawancara (interviewee) atau disebut juga responden.<br />
Dalam dunia jurnalistik, dikenal beberapa jenis wawancara, antara lain:<br />
1. Wawancara berita (news peg interview) yaitu, wawancara yang dilakukan untuk memperoleh keterangan, konfirmasi atau pandangan narasumber tentang suatu masalah.<br />
2. Wawancara Pribadi (personel interview) yaitu wawancara untuk memperoleh data tentang pribadi dan pemikiran seseorang (narasumber). Berita yang dihasilkan berupa profil narasumber, meliputi identitas pribadi, perjalanan hidupnya dan pandangan-pandangannya mengenai berbagai masalah yang terkait profesinya.<br />
3. Wawancara Ekslusif (exclusive inteview) yaitu wawancara yang dilakukan seseorang wartawan atau lebih (tetapi berasal dari satu media) secara khusus berkaitan masalah tertentu di tempat yang telah disepakati bersama.<br />
4. Wawancara Keliling/Jalanan (man in the street interview) yaitu wawancara yang dilakukan seorang wartawan dengan menghubungi berbagai interview secara terpisah yang satu sama lain mempunyai kaitan dengan masalah atau berita yang akan ditulis. Misalnya, ada peristiwa kebakaran.<br />
Dalam dunia jurnalistik, seorang wartawan harus melakukan persiapan yang cukup sebelum mewawancarai seseorang. Selain itu juga harus memahami betul masalah yang akan ditanyakan. Wartawan harus pula pandai menjaga supaya tidak kehilangan arah dalam wawancara itu agar mendapatkan keterangan yang diinginkannya. Karena itu, ada kalanya wartawan perlu mengetahui latar belakang atau sifat orang yang akan diwawancarai agar mudah menyesuaikan diri dengannya ketika berhadapan muka.<br />
Berbeda dengan mengobrol, wawancara bertujuan pasti, yakni menggali permasalahan yang ingin diketahui untuk disampaikan kepada khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbeda pula dengan penyidik perkara atau interogator, wartawan tidak memaksa tetapi membujuk orang agar bersedia memberikan keterangan yang diperlukannya.<br />
Sifat-sifat Wawancara<br />
Di Lingkungan Pers Internasional, dikenal wawancara yang sifatnya berbeda-beda, yaitu.<br />
(1)On the record : Nama dan jabatan pemberi wawancara dapat digunakan sebagai sumber dan keterangannya boleh dikutip langsung.<br />
(2)Background : Boleh menggunakan kutipan langsung atau menyiarkan keterangan apa pun yang diberikan, tetapi tanpa menyebutkan nama atau jabatan pemberi wawancara sebagai sumbernya. Biasanya digunakan istilah “Sumber Terpercaya di departemen/ badan...” atau” sumber yang berwenang...” menurut persyaratan yang ditentukan oleh pemberi wawancara.<br />
(3)Deep Background : Tidak boleh menggunakan kutipan langsung atau menyebut nama jabatan atau instansi sumber berita. Yang digunakan adalah istilah “Menurut Keterangan” atau : diperoleh kabar bahwa...”<br />
(4)Off the record : Keterangan yang diberikan bukan untuk disiarkan. Wawancara semacam ini berguna bagi wartawan untuk memahami permasalahan.<br />
TAHAP PERSIAPAN<br />
Pada dasarnya, seorang wartawan harus siap setiap saat melakukan wawancara dengan orang lain (narasumber), namun untuk sebuah wawancara yang baik diperlukan persiapan yang baik. Hal-hal yang perlu dipersiapkan antara lain:<br />
a. Fisik.<br />
Sebelum melakukan wawancara, seorang wartawan harus sudah benar-benar sehat secara fisik. Dengan kata lain, kondisi fisiknya benar-benar fit. Fisik yang prima akan mempengaruhi jalannya wawancara maupun hasil yang akan diperoleh dari wawancara tersebut.<br />
b. Mental<br />
Wartawan yang secara mental belum siap untuk melakukan wawancara dengan narasumber berita, akan berakibat fatal terhadap proses wawancara apalagi terhadap hasil yang akan diperoleh. Untuk itu, kesiapan mental sangat diperlukan oleh seorang wartawan.<br />
c. Daftar Pertanyaan<br />
Sebelum terjun ke lapangan melakukan wawancara atau wawancara melalui telepon, wartawan harus memiliki daftar pertanyaan yang akan diajukan. Daftar pertanyaan itu disusun sedemikian rupa, sehingga antara pertanyaan yang satu dengan lainnya memiliki hubungan yang jelas.<br />
d. Buat Janji<br />
Sebelum wawancara, sebaiknya buat dulu janji dengan narasumber sehingga kedua belah pihak sama-sama siap untuk melakukan wawancara.<br />
e. Alat Tulis dan/atau Alat Perekam<br />
Persiapkan alat tulis, seperti pena dan buku catatan. Meski menggunakan alat perekam, alat tulis tetap saja diperlukan terutama untuk menulis nama, gelar dan angka.<br />
Yang Perlu Dilakukan Sebelum Wawancara<br />
1.Kenali topik wawancara yang akan dilakukan.<br />
2.Baca berkas masalah pokok tentang wawancara<br />
3.Buka kliping soal hal-hal yang berkaitan dengan topic wawancara<br />
4.Tetapkan apa yang ingin Anda ketahui melalui wawancara<br />
Menyusun Kerangka Wawancara<br />
Kerangka (outline) merupakan penjabaran topik. Topik diuraikan menjadi sejumlah sudut tekanang/sudut pandang (angle). Setiap angle dikembangkan menjadi pertanyaan. Kerangka juga berfungsi untuk menciptakan angle apa yang patut masuk dalam wawancara, kemudian mengembagkan pertanyaan dalam cakupan angle tersebut. Hal ini penting dilakukan, karena akan membantu Anda dalam menyusun wawancara secara teratur, tidak keluar dari topik. Selain itu juga akan memudahkan Anda berpikir secara jelas dan fokus terhadap topik wawancara.<br />
Pedoman Wawancara<br />
1.Kuasai latar belakang masalah pokok (kenali topik)<br />
2.Tetapkan apa yang ingin Anda ketahui (susun daftar pertanyaan)<br />
3.Kenali nara sumber Anda, sehingga saat wawancara tidak canggung.<br />
4.Jadilah pendengar yang baik saat wawancara.<br />
5.Jangan pernah berdebat dengan nara sumber.<br />
6.Catat hal-hal yang penting, agar memudahkan Anda dalam mentranskrip hasil wawancara.<br />
7.Saat wawancara, pakailah acuan dalam pertanyaan. Nara sumber akan menghargai Anda bila Anda menguasai pokok masalah yang Anda tanyakan padanya.<br />
8.Ajukan pertanyaan yang singkat, padat, langsung ke persoalan, tapi pertanyaan harus dapat dimengerti oelh nara sumber.<br />
9.Ajukan pertanyaan yang meminta nara sumber untuk bepikir. Pertanyaan yang baik berawal dengan kata mengapa.<br />
10.Bila nara sumber menjawan “ya” atau “tidak” tanyakan mengapa?<br />
11.Ajukan pertanyaan yang konseptual, yang bertalian dengan gagasan sentral, runut, dan langsung ke inti persoalan.<br />
12.Ajukan pertanyaan yang berorientasi ke masa depan.<br />
Etika Wawancara<br />
* Identifikasi diri dengan menyebutkan nama dan nama organisasi Anda untuk wawancara resmi.<br />
* Jelaskan maksud dan topic wawancara pada nara sumber Anda.<br />
* Bila membuat janji, datanglah tepat pada waktu yang dijanjikan.<br />
* Off the record, hormati permintaan nara sumber, bila suatu keterangan diminta untuk tidak disiarkan.<br />
* Attribusi sumber, hormati permintaan sumber bila nama dan kedudukannya tidak ingin disebut.<br />
Namun yang paling penting dalam wawancara adalah, mengajukan pertanyaan yang tepat. Karena sebuah pertanyaan yang tepat akan menghasilkan jawaban yang memuaskan, bermakna, dan bernilai. </div><div style="text-align: justify;">Untuk meningkatkan kemampuan <b>Teknik Wawancara</b> anda, perbanyak pengalaman dalam hal wawancara.</div><div style="text-align: right;"><a href="http://www.kursikayu.com/2011/06/teknik-wawancara.html">By Friend KuKa </a></div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-57888189341775580882011-05-30T05:49:00.000-07:002011-05-30T05:49:26.843-07:00Tajuk Rencana<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi3cqKei39yMPSodheCukX5lT255vGXJoPiHXIv2qfa5OoP1TLQvtoQ_0BuyTfdHSEc4aWpjk4gbU367kVZhConU4gWOQZNNGmXSEfw6xTrdLzWmjYqQb8ZENfYDjZ7dT3QG545WzSttY/s1600/berita.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi3cqKei39yMPSodheCukX5lT255vGXJoPiHXIv2qfa5OoP1TLQvtoQ_0BuyTfdHSEc4aWpjk4gbU367kVZhConU4gWOQZNNGmXSEfw6xTrdLzWmjYqQb8ZENfYDjZ7dT3QG545WzSttY/s1600/berita.jpg" /></a></div><b>Pengertian Tajuk Rencana</b> atau<b> Editorial</b> dalam Media Massa <b>Adalah</b> opini berisi pendapat dan sikap resmi suatu media sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal, atau kontroversial yang berkembang di masyarakat. Opini yang ditulis pihak redaksi diasumsikan mewakili redaksi sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap resmi media yang bersangkutan.<br />
<b>Tajuk rencana</b> mempunyai sifat :<br />
1. Krusial dan ditulis secara berkala, tergantung dari jenis terbitan medianya bisa harian (daily), atau mingguan (weekly), atau dua mingguan (biweekly) dan bulanan (monthly).<br />
2. Isinya menyikapi situasi yang berkembang di masyarakat luas baik itu aspek sosial, politik, <br />
<a name='more'></a>ekonomi, kebudayaan, hukum, pemerintahan, atau olah raga bahkan entertainment, tergantung jenis liputan medianya.<br />
3. Memiliki karakter atu konsistensi yang teratur, kepada para pembacanya terkait sikap dari media massa yang menulis tajuk rencana.<br />
selengkapnya baca dan klik <a href="http://www.kursikayu.com/2011/05/pengertian-tajuk-rencana.html">disini </a>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-47500367959300848702011-05-29T09:57:00.000-07:002011-05-29T10:00:39.168-07:00Jendela Johari : Johari Window<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJA0mHDrAHllkBMTygVOOKHiKq0Ku_W7rVZXbnMixh1G3YHPS3m98eYMVMhXScPCpgdTQsA-ctNwUKBAXGtcn_1_VmIglwaSOV2Uv-S_Tk82UvVPsHt2BRSwYCX4JVedQK7VuXC6N9VUw/s1600/johari.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="132" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJA0mHDrAHllkBMTygVOOKHiKq0Ku_W7rVZXbnMixh1G3YHPS3m98eYMVMhXScPCpgdTQsA-ctNwUKBAXGtcn_1_VmIglwaSOV2Uv-S_Tk82UvVPsHt2BRSwYCX4JVedQK7VuXC6N9VUw/s200/johari.jpg" width="200" /></a></div><div style="text-align: justify;"><b>Jendela Johari</b> (<b>Johari Window</b>) adalah konsep komunikasi yang diperkenalkan oleh Joseph Luth dan Harry Ingram (karenanya disebut Johari). Jendela Johari pada dasarnya menggambarkan tingkat saling pengertian antarorang yang berinteraksi. <b>Jendela Johari</b> ini mencerminkan tingkat keterbukaan seseorang yang dibagi dalam empat kuadran, Kuadran-kuadran tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut:<br />
<br />
<a name='more'></a>• Open<br />
Menggambarkan keadaan atau hal yang diketahui diri sendiri dan orang lain. Hal-hal tersebut meliputi sifat-sifat, perasaan-perasaan, dan motivasi-motivasinya. Orang yang “Open” bila bertemu dengan seseorang akan selalu membuka diri dengan menjabat tangan atau secara formal memperkenalkan diri bila berjumpa dengan seseorang. Diri yang terbuka, mengetahui kelebihan dan kekurangan diri sendiri demikian juga orang lain diluar dirinya dapat mengenalinya.<br />
• Blind<br />
Disebut “Blind” karena orang itu tidak mengetahui tentang sifat-sifat, perasaan-perasaan dan motivasi-motivasinya sendiri padahal orang lain melihatnya. Sebagai contoh, ia bersikap seolah-olah seorang yang sok akrab, padahal orang lain melihatnya begitu berhati-hati dan sangat tertutup, tampak formal dan begitu menjaga jarak dalam pergaulan. Orang ini sering disebut sebagai seseorang yang buta karena dia tidak dapat melihat dirinya sendiri, tidak jujur dalam menampilkan dirinya namun orang lain dapat melihat ketidak tulusannya.<br />
• Hidden<br />
Ada hal-hal atau bagian yang saya sendiri tahu, tetapi orang lain tidak. Hal ini sering teramati, ketika seseorang menjelaskan mengenai keadaan hubungannya dengan seseorang. “Saya ingat betul bagaimana rasanya dikhianati pada waktu itu, padahal aku begitu mempercayainya”. Luka hati masa lalunya tidak diketahui orang lain, tetapi ia sendiri tak pernah melupakannya.<br />
• Unknown<br />
Dikatakan “Unknown”, karena baik yang bersangkutan, maupun orang lain dalam kelompoknya tidak mengetahui hal itu secara individu. Sepertinya semua serba misterius<br />
Jendela Johari juga bisa menjelaskan tingkat keterbukaan seseorang terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.<br />
Orang tipe I:<br />
Merupakan orang yang terbuka. Terbuka kepada orang lain dan terbuka untuk orang lain menilai dan memberi masukan tentang dirinya.<br />
Orang tipe II :<br />
Merupakan orang yang menyembunyikan sebagian dari kebenaran tentang dirinya. Artinya ada hal-hal atau bagian yang dia sendiri tahu tapi orang lain tidak. Contohnya orang yang sakit hati dengan orang lain. Orang lain belum tentu tahu, tapi dia tahu.<br />
Orang tipe III:<br />
Merupakan orang yang buta. Disebut buta karena orang itu tidak tahu tentang sifat-sifat, perasaan-perasaan dan motivasi-motivasinya sendiri padahal orang lain melihatnya. Contohnya adalah orang yang sok akrab, padahal orang lain melihat dia sebagai seorang yang sangat berhati-hati dan tertutup, formal dan begitu menjaga jarak dalam pergaulan.<br />
Orang tipe IV:<br />
Merupakan orang tipe paling tertutup. Tidak mau membuka dirinya keluar maupun menerima pendapat/masukan/feedback dari luar. Panggilan yang tepat untuk yang yang demikian adalah orang yang misterius.<br />
Johari Window atau Jendela Johari merupakan salah satu cara untuk melihat dinamika dari self-awareness, yang berkaitan dengan perilaku, perasaan, dan motif kita. Model yang diciptakan oleh Joseph Luft dan Harry Ingham di tahun 1955 ini berguna untuk mengamati cara kita memahami diri kita sendiri sebagai bagian dari proses komunikasi.<br />
Johari Awareness Model terdiri dari sebuah persegi yang terbagi menjadi empat kuadran, yaitu OPEN, BLIND, HIDDEN, dan UNKNOWN.<br />
- Kuadran 1 (Open) merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri dan orang lain. (Quadrant 1, the open quadrant, refers to behavior, feelings, and motivation known to self and others)<br />
- Kuadran 2 (Blind) merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh orang lain, tetapi tidak diketahui oleh diri kita sendiri. (Quadrant 2, the blind quadrant, refers to behavior, feelings, and motivation known to others but not to self)<br />
- Kuadran 3 (Hidden) merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri, tetapi tidak diketahui oleh orang lain. (Quadrant 3, the hidden quadrant, refers to behavior, feelings, and motivation known to self but not to others)<br />
- Kuadran 4 (Unknown) merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang tidak diketahui, baik oleh diri kita sendiri ataupun oleh orang lain. (Quadrant 4, the unknown quadrant, refers to behavior, feelings, and motivation known neither to self nor others)<br />
Tes Jendela Johari dilakukan dengan memberi daftar berisi 55 kata sifat kepada subyek tes. Dari 55 kata sifat tersebut, subyek tes akan diminta untuk memilih lima atau enam kata sifat yang paling mencerminkan diri mereka. Anggota peer dari subyek tes ini kemudian akan diberikan daftar yang sama dan diminta untuk memilih lima atau enam kata sifat yang menurut mereka paling menggambarkan pribadi sang subyek tes. Hasil tersebut akan dicek silang dan dimasukkan dalam kuadran-kuadran yang tersedia.<br />
Ke 55 kata sifat tersebut adalah: able, accepting, adaptable, bold, brave, calm, caring, cheerful, clever, complex, confident, dependable, dignified, energetic, extroverted, friendly, giving, happy, helpful, idealistic, independent, ingenious, intelligent, introverted, kind, knowledgeable, logical, loving, mature, modest, nervous, observant, organized, patient, powerful, proud, quiet, reflective, relaxed, religious, responsive, searching, self-assertive, self-conscious, sensible, sentimental, shy, silly, spontaneous, sympathetic, tense, dan trustworthy.<br />
Joseph Luft berpendapat bahwa kita harus terus meningkatkan self-awareness kita dengan mengurangi ukuran dari Kuadran 2-area Blind kita. Kuadran 2 merupakan area rapuh yang berisikan apa yang orang lain ketahui tentang kita, tapi tidak kita ketahui, atau lebih kita anggap tidak ada dan tidak kita pedulikan. Mengurangi are Blind kita juga berarti bahwa kita memberbesar Kuadran 1 kita-area Open, yang dapat berarti bahwa self-awareness serta hubungan interpersonal kita mungkin akan mengalami peningkatan.</div><div style="text-align: justify;">Demikianlah konsep <b>Jendela Johari By <a href="http://www.kursikayu.com/">KuKa</a></b></div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-22533373563638494002011-05-29T09:46:00.000-07:002011-05-29T09:46:56.847-07:00X3 : Helikopter Tercepat Dunia<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNfR8MybufKSvdn1ToB6uBIR27H9Li86gDXbnRK1CNkcRMT6gkMOGYSE45JJebeCRD79vFjCGfFvViTYeCcXLhMEhb8is5Zl3som64EGaQTe20uwL7Qiqoen3s-sW8oNBPQ858klYmNrw/s1600/heli.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNfR8MybufKSvdn1ToB6uBIR27H9Li86gDXbnRK1CNkcRMT6gkMOGYSE45JJebeCRD79vFjCGfFvViTYeCcXLhMEhb8is5Zl3som64EGaQTe20uwL7Qiqoen3s-sW8oNBPQ858klYmNrw/s1600/heli.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><b>X3</b> merupakan<b> Helikoter tercepat</b> dengan kecepatan 430 km/jam dibuat oleh perusahaan helikopter Erucopter Prancis, X3 dinobatkan sebagai Helikopter tercepat <b>dunia</b>.<b> </b></div><div style="text-align: justify;">Heli ini mampu mencapai kecepatan menakjubkannya berkat mesin tambahan yang terpisah dari rotor utama. Mesin inilah yang memberi tenaga pada dua baling-baling konvensional di masing-masing sisi heli.<br />
Kecepatan helikopter x3 ini dua kali kecepatan heli konvensional yang hanya mencapai kecepatan 241 km/jam. Seperti dikutip PhyOrg, sistem heli ini tak membutuhkan sistem ballast untuk menjaga konfigurasi rotor besar dan dua baling-baling kecil agar bisa bekerja bersamaan.<br />
Selain itu, heli ini juga tak membutuhkan sistem bantuan karena heli ini bisa diterbangkan pilot heli biasa. Kecepatan ekstra Eurocopter X3 ditujukan untuk layanan darurat dan anggota militer. Namun Eurocopter tak menyebut kapan heli ini akan dipasarkan. </div><div style="text-align: right;"><b>Sumber : <a href="http://www.kursikayu.com/2011/05/x3-helikopter-tercepat-dunia.html">KuKa</a> </b></div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-11973951179754586972011-05-28T21:21:00.000-07:002011-05-28T21:21:54.785-07:00Teknik Penulisan - Berita Feature<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLjhX6JMIDPH1vXW2W1-orn28HciN1PcXgwzUrkbFbdEKnGWNkcVsD2ugo9_d_7_Kc1r5fg9vtZ37I5K0m4RYi0HjBaB6tYhjzRUQEmNk6X9Qbg7OoLDgYT4LVnOcG7XiMZa0Rk3PQ6WE/s1600/berita2.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLjhX6JMIDPH1vXW2W1-orn28HciN1PcXgwzUrkbFbdEKnGWNkcVsD2ugo9_d_7_Kc1r5fg9vtZ37I5K0m4RYi0HjBaB6tYhjzRUQEmNk6X9Qbg7OoLDgYT4LVnOcG7XiMZa0Rk3PQ6WE/s200/berita2.jpg" width="197" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><a href="http://www.kursikayu.com/2011/05/teknik-penulisan-berita-feature.html">Teknik Penulisan - Berita Feature</a></td></tr>
</tbody></table><div style="text-align: justify;"><b>Teknik Penulisan - Berita Feature</b>, penulisan bergaya <b>feature</b> menggunakan<b> teknik penulisan berita </b>yang: "mengisahkan sebuah cerita." Penulis feature pada hakikatnya adalah seorang yang berkisah. Ia melukis gambar dengan kata-kata; ia menghidupkan imajinasi pembaca.<br />
Berikut saya paparkan <b>Teknik Penulisan - Berita Feature</b></div>Penulis feature tentu membutuhkan teknik dan imajinasi yang baik untuk menjahit kata-kata dan rangkaian kata menjadi cerita yang menarik. Tapi, seperti juga bentuk-bentuk jurnalisme lainnya, imajinasi penulis tidak boleh mewarnai fakta-fakta dalam ceritanya.<br />
<a name='more'></a><br />
Penulis feature untuk sebagian besar tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, karena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera menerobos aturan itu.<br />
Pendeknya, cerita khayalan tidak boleh ada dalam penulisan feature. Ada sebuah kisah tragis seorang wartawati reporter harian Washington Post, Janet Cooke, yang pada tahun tersebut memenangi Hadiah Pulitzer. Hadiah prestisius ini menjadi idaman jurnalis di "Negeri Paman Sam" itu. Ia tergoda memasukkan unsur fiksi dalam feature. Akibat kebohongan ini, karirnya pupus. Kisahnya begini:<br />
Janet berhasil menulis sebuah feature yang sangat menarik, mengharukan, dan tentu saja bagus. Feature yang diberinya judul "Jimmy's World" itu mengalahkan calon-calon lain dan memenangi Pulitzer untuk jenis timeless feature. Washington Post tentu saja bangga dengan karya reporternya yang berusia 26 tahun itu. Sayangnya, kebanggaan yang belakangan menjadi skandal itu telah mencoreng wajah harian terkemuka di Amerika tersebut.<br />
Janet ternyata "mengarang" feature yang indah itu. Tulisannya tidak berangkat dari fakta. Jimmy, tokoh yang digambarkannya itu, ternyata tokoh imajinasi yang hanya hidup dalam benaknya. Artinya, tulisannya bukan karya jurnalistik, tetapi fiksi. Karena perbuatannya itu, Hadiah Pulitzer yang diterimanya dicabut dan ia dipaksa berhenti dari Washington Post.<br />
Mengapa kasus memalukan ini terbongkar? Dalam riwayat hidupnya yang diterbitkan di surat kabar setelah ia memenangi hadiah itu, ia menyebutkan nama dua universitas tempat ia dulu memperoleh gelar sarjana. Tak lama setelah biografi singkat Janet Cooke muncul di berbagai media, kedua universitas yang disebutnya menelepon Washington Post dan menyampaikan bantahan. Janet tidak pernah kuliah di sana.<br />
Kecurigaan bermula di sini. Para editor atasan Janet segera menginterogasi reporter itu beberapa jam. Bagaikan mendengar suara guntur di siang hari yang sangat terik, mereka sangat terperanjat dengan pengakuan Janet bahwa karya tulisnya adalah sebuah pabrikasi. Bagaimana mungkin mereka bisa percaya? Kisah anak berusia delapan tahun yang kecanduan heroin dan menggelandang di jalan-jalan ghetto itu dideskripsikannya dengan sangat emosional, penuh kutipan yang sangat meyakinkan. Dunia yang dipaparkannya adalah dunia yang sebagian besar orang tidak pernah memasukinya, tidak juga Janet Cooke sendiri. (GAMMA Digital News Nomor: 26-3 - 21-08-2001)<br />
Seorang jurnalis profesional tidak akan menipu pembacanya, walau sedikit, karena ia sadar terhadap etika dan bahaya yang bakal mengancam.<br />
Etika menyebutkan bahwa opini dan fiksi tidak boleh ada, kecuali pada bagian tertentu surat kabar. Tajuk rencana, tentu saja, merupakan tempat mengutarakan pendapat. Dan edisi Minggu surat kabar diterbitkan untuk menampung fiksi (misalnya cerita pendek).<br />
Feature tidak boleh berupa fiksi, dan setiap "pewarnaan" fakta-fakta tidak boleh menipu pembaca. Bila penipuan seperti itu terungkap, kepercayaan orang pada kita akan hancur.<br />
Sumber-Sumber Feature<br />
Ada seorang anggota jemaat di gereja sekitar Malioboro. Namanya Mohammad Mustofa. Sehari-harinya dia adalah pedagang kaki lima di bilangan Malioboro. Namun setiap kali ada acara Pemahaman Alkitab, Bapak ini selalu menutup dagangannya hari itu. Aspek ini bisa menjadi cantelan penulisan feature bagaimana dia mengatur waktu antara kegiatan gereja dengan mencari nafkah.<br />
Di sekitar kita ada banyak bahan-bahan yang dapat diracik menjadi sebuah berita kisah. Kuncinya adalah kesediaan kita untuk menggali lebih dalam dari peristiwa-peristiwa di sekitar kita. Namun sebagai petunjuk saja, kita bisa menggali dari peristiwa berikut ini:<br />
• Peristiwa luar biasa : ganjil, aneh, seperti kebetulan, kepribadian yang unik.<br />
• Peristiwa biasa : orang biasa, tempat biasa dan benda biasa tetapi orang selalu ingin mengetahui hal-hal itu.<br />
Sebagai contoh, setiap kali melintasi perempatan Gramedia, kita selalu menjumpai anak-anak jalanan. Setiap orang yang melintas ingin tahu berapa penghasilan mereka sehari? Apakah ada yang mengkoordinir? bagaimana makan mereka? Apakah mereka tidak pernah sakit karena polusi? Apakah mereka masih punya keluarga?<br />
• Peristiwa Dramatis: pemenang undian, Orang Kaya Baru, pengelaman heroik, selamat dari kecelakaan dsb.<br />
• Panduan bagi pembaca: Nasehat dan kiat-kiat untuk pembaca, misalnya cara menghindari perampokan, cara memilih helm “standard” yang sudah memenuhi standard, resep, kerajinan tangan dll.<br />
• Informasi: Statitistik, pelajaran, gambar, sejarah dll<br />
<br />
Cara Menulis Feature<br />
Sebagian besar penulis feature tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, karena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera menerobos aturan itu.<br />
Struktur tulisan feature disusun seperti kerucut terbalik yang terdiri dari lead, jembatan di antara lead dan tubuh, tubuh tulisan dan penutup. Bagian atasnya berupa lapisan lead dan jembatan yang sama pentingya, dan bagian tengahnya berupa tubuh tulisan yang makin ke bawah makin kurang ke-penting-annya. Bagian bawahnya berupa alenia penutup yang bulat.<br />
<br />
Penutup<br />
Kunci penulisan feature yang baik terletak pada paragraf pertama, yaitu lead. Mencoba menangkap minat pembaca tanpa lead yang baik sama dengan mengail ikan tanpa umpan. (jenis-jenis lead bisa dilihat pada makalah Penulisan Berita)<br />
Lead feature berisi hal yang paling penting untuk mengarahkan perhatian pembaca pada suatu hal yang akan dijadikan sudut pandang dimulainya penulisan.<br />
Jembatan bertugas sebagai perantara antara lead dan tubuh yang dengan lead masih terkait, tetapi ke tubuh tulisan sudah mulai masuk. Ia semata-mata melukiskan identitas dan situasi dari hal yang akan dituturkan nanti.<br />
Tubuh feature berisi situsi dan proses disertai penjelasan mendalam tentang mengapa dan bagaimana. Pada human interest feature, situasi yang dituturkannya disertai pendapat atau pandangan yang subyektif dari penulisnya mengenai situasi yang diutarakan. Tetapi pada bentuk feature ilmiah populer situasi dan proses yang ditutrkan tidak disertai pendapat subyektif, melainkan tetap dipertahankan keobyektifitasan pandangannya.<br />
Penutup feature berupa alenia berisi pesan yang mengesankan.<br />
Suatu feature memerlukan -- bahkan mungkin harus -- ending karena dua sebab:<br />
1. Menghadapi feature hampir tak ada alasan untuk terburu-buru dari segi proses redaksionalnya. Editor tidak lagi harus asal memotong dari bawah. Ia punya waktu cukup untuk membaca naskah secara cermat dan meringkasnya sesuai dengan ruangan yang tersedia.<br />
Bahkan feature yang dibatasi deadline diperbaiki dengan sangat hati-hati oleh editor, karena ia sadar bahwa kebanyakan feature tak bisa asal dipotong dari bawah. Feature mempunyai penutup (ending) yang ikut menjadikan tulisan itu menarik.<br />
2. Ending bukan muncul tiba-tiba, tapi lazimnya merupakan hasil proses penuturan di atasnya yang mengalir. Ingat bahwa seorang penulis feature pada prinsipnya adalah tukang cerita. Ia dengan hati-hati mengatur kata-katanya secara efektif untuk mengkomunikasikan ceritanya. Umumnya, sebuah cerita mendorong untuk terciptanya suatu "penyelesaian" atau klimaks. Penutup tidak sekadar layak, tapi mutlak perlu bagi banyak feature. Karena itu memotong bagian akhir sebuah feature, akan membuat tulisan tersebut terasa belum selesai.<br />
Beberapa jenis penutup:<br />
• Penutup ringkasan. Penutup ini bersifat ikhtisar, hanya mengikat ujung-ujung bagian cerita yang lepas-lepas dan menunjuk kembali ke lead.<br />
• Penyengat. Penutup yang mengagetkan bisa membuat pembaca seolah-olah terlonjak. Penulis hanya menggunakan tubuh cerita untuk menyiapkan pembaca pada kesimpulan yang tidak terduga-duga. Penutup seperti ini mirip dengan kecenderungan film modern yang menutup cerita dengan mengalahkan orang "yang baik-baik" oleh "orang jahat".<br />
• Klimaks. Penutup ini sering ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis. Ini seperti sastra tradisional. Hanya saja dalam feature, penulis berhenti bila penyelesaian cerita sudah jelas, dan tidak menambah bagian setelah klimaks seperti cerita tradisional.<br />
• Tak ada penyelesaian. Penulis dengan sengaja mengakhiri cerita dengan menekankan pada sebuah pertanyaan pokok yang tidak terjawab. Selesai membaca, pembaca tetap tidak jelas apakah tokoh cerita menang atau kalah. Ia menyelesaikan cerita sebelum tercapai klimaks, karena penyelesaiannya memang belum diketahui, atau karena penulisnya sengaja ingin membuat pembaca tergantung-gantung.<br />
Seorang penulis harus dengan hati-hati dalam menilai ending-nya, menimbang~nimbangnya apakah penutup itu merupakan akhir yang logis bagi cerita itu. Bila merasakan bahwa ending-nya lemah atau tidak wajar, ia cukup melihat beberapa paragrap sebelumnya, untuk mendapat penutup yang sempurna dan masuk akal.<br />
Menulis penutup feature sebenarnya termasuk gampang. Kembalilah kepada peranan "tukang cerita" dan biarkanlah cerita Anda mengakhiri dirinya sendiri, secara wajar.<br />
Sumber By <a href="http://www.kursikayu.com/">KuKa</a>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1645413044403201416.post-18712757939432406792011-05-28T21:01:00.000-07:002011-05-28T21:05:16.758-07:00Dramaturgi - Erving Goffman<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><b>Dramaturgi - </b>konsep<b> Dramaturgi </b>dikembangkan oleh<b> </b>Erving Goffman untuk memahami interaksi simbolik dan fungsi sosial dari bahasa dan drama Berikut kita membahas tentang <a href="http://www.kursikayu.com/2011/05/dramaturgi_26.html"><b>Dramaturgi</b></a></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><b>SEJARAH DRAMATURGI</b></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><u>Dramaturgi</u> diperkenalkan pada 1945 Tahun dimana, Kenneth Duva Burke(May 5, 1897 – <br />
<a name='more'></a>November 19, 1993) seorang teoritis literatur Amerika dan filosof memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode untuk memahami fungsi sosial dari bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan sosial. Tujuan Dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan (Fox, 2002).Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai model tindakan simbolik ketimbang model pengetahuan (Burke, 1978). </div><a href="http://www.kursikayu.com/2011/05/dramaturgi_26.html" name="more"></a> Pandangan Burke adalah bahwa hidup bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama. 1959: The Presentation of Self in Everyday Life Tertarik dengan teori dramatisme Burke, Erving Goffman (11 Juni 1922 – 19 November 1982), seorang sosiolog interaksionis dan penulis, memperdalam kajian dramatisme tersebut dan menyempurnakannya dalam bukunya yang kemudian terkenal sebagai salah satu sumbangan terbesar bagi teori ilmu sosial The Presentation of Self in Everyday Life. Goffman yang mendalami fenomena interaksi simbolik mengemukakan kajian mendalam mengenai<b> konsep Dramaturgi.</b><br />
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><b>INI BUKAN DRAMATURGI ARISTOTELES</b></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. Meski benar, dramaturgi juga digunakan dalam istilah teater namun term dan karakteristiknya berbeda dengan dramaturgi yang akan kita pelajari. Dramaturgi dari istilah teater dipopulerkan oleh Aristoteles. Sekitar tahun 350 SM, Aristoteles, seorang filosof asal Yunani, menelurkan, Poetics, hasil pemikirannya yang sampai sekarang masih dianggap sebagai buku acuan bagi dunia teater.</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Dalam Poetics, Aristoteles menjabarkan penelitiannya tentang penampilan/drama-drama berakhir tragedi/tragis ataupun kisah-kisah komedi. Untuk menghasilkan Poetics Aristoteles meneliti hampir seluruh karya penulis Yunani pada masanya. Kisah tragis merupakan obyek penelitian utamanya dan dalam Poetic juga Aristoteles menyanjung Kisah Oedipus Rex, sebagai kisah drama yang paling dapat diperhitungkan. Meskipun Aristoteles mengatakan bahwa drama merupakan bagian dari puisi, namun Aristoteles bekerja secara utuh menganalisa drama secara keseluruhan. Bukan hanya dari segi naskahnya saja tapi juga menganalisa hubungan antara karakter dan akting, dialog, plot dan cerita. Ia memberikan contoh-contoh plot yang baik dan meneliti reaksi drama terhadap penonton. Nilai-nilai yang dikemukakan oleh Aristoteles dalam maha karyanya ini kemudian dikenal dengan “aristotelian drama” atau drama ala aristoteles, dimana deus ex machina adalah suatu kelemahan dan dimana sebuah akting harus tersusun secara efisien. Banyak konsep kunci drama, seperti anagnorisis dan katharsis, dibahas dalam Poetica. Sampai sekarang “aristotelian drama” sangat terlihat aplikasinya pada tayangan-tayangan tv, buku-buku panduan perfilman dan bahkan kursus-kursus singkat perfilman (dramaturgi dasar) biasanya sangat bergantung kepada dasar pemikiran yang dikemukakan oleh Aristoteles. </div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><b>DRAMATURGI: BENTUK LAIN DARI KOMUNIKASI </b></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Bila Aristoteles mengungkapkan Dramaturgi dalam artian seni. Maka, Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Seperti yang kita ketahui, Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui bukunya, The Presentation of Self In Everyday Life. Buku tersebut menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Bila Aristoteles mengacu kepada teater maka Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri – Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari komunikasi.</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Kenapa komunikasi? Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau. Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut.</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut. Bukti nyata bahwa terjadi permainan peran dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada masyarakat kita sendiri. Manusia menciptakan sebuah mekanisme tersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok-sosok tertentu. Hal ini setara dengan yang dikatakan oleh Yenrizal (IAIN Raden Fatah, Palembang), dalam makalahnya “Transformasi Etos Kerja Masyarakat Muslim: Tinjauan Dramaturgis di Masyarakat Pedesaan Sumatera Selatan” pada Annual Conference on Islamic Studies, Bandung, 26 – 30 November 2006: “Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah kemudian masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana dan corak kehidupan. Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan, menciptakan panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai komunitas yang bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan masyarakat homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya, yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya.”</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><b>DRAMATURGIS : KITA SEBENARNYA HIDUP DI ATAS PANGGUNG</b></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah “impression management”. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut pada impression management diatas). Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton.</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan. Contohnya, seorang front liner hotel senantiasa berpakaian rapi menyambut tamu hotel dengan ramah, santun, bersikap formil dan perkataan yang diatur. Tetapi, saat istirahat siang, sang front liner bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau dengan bahasa gaul dengan temannya atau bersikap tidak formil lainnya (merokok, dsb). Saat front liner menyambut tamu hotel, merupakan saat front stage baginya (saat pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut tamu hotel dan memberikan kesan baik hotel kepada tamu tersebut. Oleh karenanya, perilaku sang front liner juga adalah perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh pihak manajemen hotel. Saat istirahat makan siang, front liner bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak ke dua dari pertunjukan tersebut. Karenanya, skenario yang disiapkan oleh manajemen hotel adalah bagaimana sang front liner tersebut dapat refresh untuk menjalankan perannya di babak selanjutnya. Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan perannya dulu, atau kesan yang ingin ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama dengan apa yang dunia teater katakan sebagai “breaking character”. Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah kemudian masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana dan corak kehidupan. Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan, menciptakan panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai komunitas yang bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan masyarakat homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya, yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya. Apa yang dilakukan masyarakat melalui konsep permainan peran adalah realitas yang terjadi secara alamiah dan berkembang sesuai perubahan yang berlangsung dalam diri mereka. Permainan peran ini akan berubah-rubah sesuai kondisi dan waktu berlangsungnya. Banyak pula faktor yang berpengaruh dalam permainan peran ini, terutama aspek sosial psikologis yang melingkupinya. </div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><b>KRITIK TERHADAP DRAMATURGI</b></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Dramarturgi hanya dapat berlaku di institusi total </div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Institusi total maksudnya adalah institusi yang memiliki karakter dihambakan oleh sebagian kehidupan atau keseluruhan kehidupan dari individual yang terkait dengan institusi tersebut, dimana individu ini berlaku sebagai sub-ordinat yang mana sangat tergantung kepada organisasi dan orang yang berwenang atasnya. Ciri-ciri institusi total antara lain dikendalikan oleh kekuasan (hegemoni) dan memiliki hierarki yang jelas. Contohnya, sekolah asrama yang masih menganut paham pengajaran kuno (disiplin tinggi), kamp konsentrasi (barak militer), institusi pendidikan, penjara, pusat rehabilitasi (termasuk didalamnya rumah sakit jiwa, biara, institusi pemerintah, dan lainnya. Dramaturgi dianggap dapat berperan baik pada instansi-instansi yang menuntut pengabdian tinggi dan tidak menghendaki adanya “pemberontakan”. Karena di dalam institusi-institusi ini peran-peran sosial akan lebih mudah untuk diidentifikasi. Orang akan lebih memahami skenario semacam apa yang ingin dimainkan. Bahkan beberapa ahli percaya bahwa teori ini harus dibuktikan dahulu sebelum diaplikasikan. </div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Menihilkan “kemasyarakatan”</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Teori ini juga dianggap tidak mendukung pemahaman bahwa dalam tujuan sosiologi ada satu kata yang seharusnya diperhitungkan, yakni kekuatan “kemasyarakatan”. Bahwa tuntutan peran individual menimbulkan clash bila berhadapan dengan peran kemasyarakatan. Ini yang sebaiknya dapat disinkronkan. </div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Dianggap condong kepada Positifisme </div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Dramaturgi dianggap terlalu condong kepada positifisme. Penganut paham ini menyatakan adanya kesamaan antara ilmu sosial dan ilmu alam, yakni aturan. Aturan adalah pakem yang mengatur dunia sehingga tindakan nyeleneh atau tidak dapat dijelaskan secara logis merupakan hal yang tidak patut.</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><b>ANALISA DRAMATURGI </b></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Dramaturgis masuk dalam Perspektif Obyektif </div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Dramaturgis dianggap masuk ke dalam perspektif obyektif karena teori ini cenderung melihat manusia sebagai makhluk pasif (berserah). Meskipun, pada awal ingin memasuki peran tertentu manusia memiliki kemampuan untuk menjadi subyektif (kemampuan untuk memilih) namun pada saat menjalankan peran tersebut manusia berlaku objektif, berlaku natural, mengikuti alur. Misalnya, pada kasus Kekerasan pada Rumah Tangga (“KDRT”), saat perilaku kekerasan itu hendak terjadi, korban sebenarnya memiliki pilihan, berserah diri atau melakukan perlawanan. Bila ia memberontak maka konsekuensinya adalah ini dan bila ia pasrah maka akibatnya seperti itu. Proses subyektif ini akan beralih menjadi obyektif saat ia menjalani peran yang dipilihnya tersebut. Misalnya yang ia ambil adalah pasrah karena ia takut kalau ia melarikan diri konsekuensinya lebih parah, atau ia merasa terlalu tergantung kepada tersangka dan mengkhawatirkan nasih anaknya bila ia melawan. Maka, setelah itu ia akan menjalani perannya sebagai korban. Secara naluriah ia akan menutupi bagian tubuhnya yang mungkin menjadi sasaran kekerasan. Atau ia berusaha untuk menutupi telinganya untuk melindungi mental dan psikologisnya. Itulah mengapa dramaturgi di sebut memiliki muatan objektif. Karena pelakunya, menjalankan perannya secara natural, alamiah mengetahui langkah-langkah yang harus dijalani. </div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Pendekatan Keilmuan Little John - Pendekatan Scientific (ilmiah - empiris)</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Seperti telah dijabarkan diatas, Dramaturgis merupakan teori yang mempelajari proses dari perilaku dan bukan hasil dari perilaku. Ini merupakan asas dasar dari penelitian-penelitian yang menggunakan pendekatan scientific. Obyektifitas yang digunakan disini adalah karena institusi tempat dramaturgi berperan adalah memang institusi yang terukur dan membutuhkan peran-peran yang sesuai dengan semangat institusi tersebut. Institusi ini kemudian yang diklaim sebagai institusi total sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya.</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Bahwa hasil dari peranan itu sesungguhnya, bila proses (rumusnya) dijalankan sesuai dengan standar observasi dan konsistensi maka bentuk akhirnya adalah sama. Contohnya, bila seorang pengajar mempraktekkan cara mengajar sesuai dengan template perguruan tinggi maka kualitas keluaran perguruan tinggi tersebut akan menghasilkan kualitas yang bisa dikatakan relatif sama. Atau untuk contoh front liner hotel diatas, bila front liner dapat memainkan skenario penyambutan tamu manajemen hotel, niscaya tamu akan merasa dihargai, dihormati, senang dan bersedia untuk datang menginap kembali di hotel tersebut.</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Sumber by <a href="http://www.kursikayu.com/">KuKa</a> </div>ilmu Komunikasihttp://www.blogger.com/profile/12602602485394271802noreply@blogger.com1